Lihat ke Halaman Asli

Nanang Sumanang

Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

Waktu Matahari Sepenggalahan Naik; Kefanaan dan Harapan

Diperbarui: 3 September 2022   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Nanang Sumanang, anggota Kasta Kesetan Kaki.

Rembulan memudar/ dan matahari diam-diam semakin terjaga/ tersenyum merona di ufuk timur cakrawala/ pesona surya menatapku/ menyapaku membelai jiwaku/ oh sang surya menghangatkan ruhaniku... ...
                                                                                               (Dhuha, Iwan Abdurachman)

Bait-bait lirik di atas adalah kutipan dari lagu "Dhuha" yang ditulis oleh Iwan Ridwan Armansjah Abdulrachman atau dikenal dengan Iwan Abdurachman. Selain penulis lagu yang dikenal dengan lirik lagu-lagunya yang sangat puitis, Abah Iwan, demikian biasa juga dipanggil, juga seorang pengembara yang senang menjelajahi alam; gunung, hutan, sungai, laut bahkan angkasa dengan kecintaannya yang sangat dalam kepada alam ciptaan Tuhan Yang Maha Indah..

Setiap lagunya merupakan refleksi hasil perenungan abah Iwan terhadap alam dan kehidupannya, juga manusia dan kemanuisaannya, sehingga baik lagu dan liriknya mempunyai pesan spiritual yang mendalam bagi para pendengarnya.

Lagu Dhuha yang ditulis pada tahun 2006, merupakan hasil perenungan panjang abah Iwan terhadap  hidup dan kehidupan ini, bahwa semuanya, pada akhirnya akan berakhir pada masanya, karena alam raya ini semua adalah fana, dan yang abadi adalah "al-Khaliq" pencipta kefanaan itu sendiri, Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dalam "Dhuha" tidak hanya ada kefanaan dan keterbatasan manusia, tetapi juga ada harapan yang bisa diambil dalam setiap peristiwa. Hal ini dapat digambarkan dalam surat ad-dhuha yang menginspirasi judul lagu abah Iwan di atas. Surat yang ke 93 dalam al-Qur'an, merupakan surat Makiyah, yaitu surat yang Allah turunkan di kota Mekah, sebelum baginda Rasul hijrah ke Madinah. Secara lepas berarti:

"Demi waktu dhuha (Matahari sepenggalahan naik)
Dan demi malam apabila telah sunyi
Tuhanmu tidak meninggalkan (Muhammad) dan tidak pula membenci
Dan sungguh, yang kemudian (akhir) itu lebih baik bagimu dari yang permulaan (awal)
Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karuniaNya kepadamu, sehingga kamu akan puas.
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu),
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk
dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan
Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang
Dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau menghardik(nya).
Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)
"

Ada beberapa riwayat tentang asbabun nuzul surat ini, tapi sebab utamanya adalah terhentinya wahyu Allah SWT yang turun kepada Rasulullah, setelah sekitar 10 kali beliau mendapatkan wahyu dari Allah SWT.

Terhentinya wahyu yang turun dari Allah SWT tentunya menimbulkan keresahan, dan kegelisahan di Rasulullah SAW. Beliau pergi bulak-balik ke gua Hira menantikan turunnya wahyu lagi dari Allah SWT. Bahkan dalam satu riwayat dikatakan bahwa beliau sampai sakit demam karena saking rindunya akan kedatangan wahyu Allah SWT. Dalam kondisi yang demikian, seorang wanita bernama Ummu Jamil, istri dari Abu Lahab berkata, "Wahai Muhammad, setanmu benar-benar telah meninggalkanmu" Lalu turunlah firman Allah SWT dalam surat ad-Dhuha ini untuk menjawab cemoohan orang-orang kafir pada saat itu yang menganggap Rasulullah SAW telah ditinggalkan oleh Allah SWT dalam menegakkan kebenaran.

Kesedihan dan kegelisahan hati Rasulullah SAW sangatlah dipahami, dimana dalam masa-masa yang sangat kritis, penuh dengan ancaman, tantangan, rintangan yang begitu hebat, tiba-tiba sekian lama wahyu yang menjadi penghiburan hati Rasulullah SAW tidak turun-turun. Ini  menandakan bahwa turunnya wahyu Allah SWT kepada Rasulullaah SAW merupakan hak prerogatif Allah SWT, dimana kekuasaan dan kehendakNya tidak ada yang bisa mengintervensi dan mempengaruhi. Semuanya merupakan Qudrat dan Iradat Allah SWT semata.

Secara umum isi surat ad-Dhuha ini terbagi dalam beberapa bagian:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline