Lihat ke Halaman Asli

Hati Ini, Begitu Patah!

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu tahu, betapa sepinya hati, ketika lebih dari sepuluh tahun perkawinan,tidak diramaikan oleh sibuah hati.  Rasanya setiap mendengar tangisan anak kecil, adalah rindu yang membuncah dalam setiap detik nafas kami. Dan yang paling menyakitkan, ketika ada acara-acara pertemuan, semua keluarga membawa anak-anaknya yang mengemaskan, sementara kami berdua hanya bisa diam termangu (sepi ditengah keramaian….). Rasanya, segala usaha sudah dijalani, mulai daribolak balik ke dokter kandungan, sampai pengobatan alternative yang kadang tidak masuk akal(kalau diingat, betapa bodoh rasanya, kalau sudah menyangkut keinginan untuk mempunyai anak ). Namum takdir tak jua berpihak kepada kami.Ada masa , aku lelah dan pasrah…..

Sampai suatu saat, ketika di bulan April kemaren,tanpa disadari aku sudah terlambat dua minggu. Sebelumnya kejadian “keterlambatan” ini jarang terjadi. Jadi ini merupakan hal istimewa bagi kami.Rasanya senaang sekali (walaupun belum pasti hamil ). Aku belum mau ke dokter kandungan, karena pengalaman yang menyakitkan dua tahun yang lalu (ketika “terlambat” dua hari, aku langsung kedokter kandungan dan diberi “ceramah” yang menyakitkan, tentang kehamilan). Aku kapok, dan sejak saat itu, aku pindah dokter kandungan.yang lain. Kadang- kadang, ada beberapa dokter kandungan, yang aku rasa, kurang empati terhadap perasaan pasiennya yang belum dikaruniai momongan. Sudah jelas mereka tertekan dengan kondisinya, ditambah dengan penjelasan yang kurang informative dan menyakitkan .

Kembali ke kondisiku yang sedang “senang”. Maka segala bentuk kegiatan, aku lakukan dengan hati-hati, sampai-sampai naik tangga dikantor saja, lambat sekali. Teman-teman dikantor sama sekali tidak diberitahu, karena takut gagal. Dan yang paling aneh adalah, aku takut ditest pack (karena takut nanti hasilnya negative). Betapa bagi kami, yang tidak mempunyai anak,test pack adalah benda yang paling menakutkan, karena hampir dalam sepuluh tahun perkawinan ini, “dia” tidak pernah memberi khabar gembira (aneh ya, benda kok disalahkan…). Betapa keterlambatan “tamu” ini membuat kami bahagia . Suami, sangat bahagia sekali, sampai-sampai aku tidak diperbolehkan membawamobil lagi.

Tidak terasa telah seminggu waktu berlalu, akusemangkinhati-hati dan disiplin dalam makanan. Namum sepertinyatakdir berkata lain, aku ingat betul, rencananya malam itu, aku mau ke dokter kandungan , tapi sorenya dikantorada peristiwa listrik yang meledak karena korslet. Aku terkejut setengah mati, dan tanpa sadar berlarian ke bawah (gedung kantor bertingkat dua ). Ternyata efeknya sangatnegative bagiku.Menjelang senja, dirumah, ada sesuatu yang lain di perut bagian bawah dan terasa begitu melilit. Firasat buruk mengelayut dihati, ternyata apa yang aku takutkan terjadi…..Aku pendarahan hebat….rasanya perut sakit sekali. Kami kedokter kandungan yang biasa dikunjungi, tetapi sudah terlambat. “Seharusnya, anda lebih cepat datang kesini,” suara dokter serasa mengiris hati…Rasanya sedetik kemudian aku terpana tanpa kata …… Seperti apa… ya kalau engkau lahir ke dunia nak, apakah kulitmuputih ? matamubulat ? Apakah wajahmu seperti bunda atau ayah…? Seribu tanya, rasanya tersekat ditenggorokan…..Sayang,…bunda sudah menyiapkan sebuah nama yang begitu indah sejak sepuluh tahun…namum engkau tak jua mau dalam dekapan bunda…! Rasanya tetes air mata sudah menjadi sungai yang tak tertahankan…. Hati ini, begitu patah …!

Sebulan lamanya aku belum bisa menerima kenyataan, tapi kemudian lambat laun…aku mulai bangkit, walaupun sangat berat. Ikhlas bukanlah pekerjaan mudah, tetapi belajar dan menerima adalah jalan keluarnya…. ! dan kalau suatu saat diberi kesempatan oleh Allah kembali (tentu dengan seribu doa….), aku akan lebih hati-hati dan segera ke dokter untuk bisa menjaganya.Amin…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline