Lihat ke Halaman Asli

Nana Marcecilia

TERVERIFIKASI

Menikmati berjalannya waktu

Mengapa Harus Ada Motif Menulis yang Spesifik?

Diperbarui: 15 Februari 2020   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi motif menulis | Foto Solusi Website Bandung.com

Pernah mempertanyakan hal ini ga ke diri Anda sendiri?

Saya sendiri lagi bertanya-tanya, nih. Hehe. Karena membaca blog tentang pertanyaan maut, di mana si penulisnya ditanya, "Apa motif Anda menulis?".

Jawaban "ingin menyampaikan sesuatu", ternyata terlalu umum. Seharusnya seorang penulis yang ingin menjadi penulis yang baik bisa mendeskripsikan hal-hal yang sederhana. Caranya dengan latihan terus, sampai bisa mendeskripsikan hal-hal yang sederhana. Hmm, pertanyaan saya, mengapa motif menulis harus memiliki deskripsi yang lebih spesifik?

Sembilan bulan saya menulis di Kompasiana, dari yang pengetahuannya nol banget tentang menulis, sampai akhirnya banyak belajar. Dan belakangan, malah idenya jadi mampet. Hehe. Saya khawatir ide menulis saya lama-lama hilang.

Padahal sekarang saya memiliki keinginan untuk terus meningkatkan kualitas tulisan hingga bisa seperti Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis dan Goenawan Muhammad. Tulisan beliau-beliau begitu berbobot, tapi mampu menghipnotis pembaca, seperti saya yang termasuk dalam kategori malas membaca.

Beliau-beliau ini bisa membawa saya, yang malas membaca, bisa menikmati tulisan dari awal sampai akhir tulisan, tanpa skip halaman sekalipun. Bahkan setelah membaca pun, saya bisa mendapatkan hikmah dan manfaat yang saya petik. Tidak itu saja, tulisan mereka pun bisa saya tangkap intisarinya, dan terpatri dalam ingatan. Hehe. Karena saya tipe orang yang mudah lupa.

Bagaimana supaya bisa seperti itu? Hoho..  saya paham musti banyak belajar, membaca, memperhatikan dan tentu perlu jam terbang yang tinggi.

Nah, saya tertarik dengan komentar salah satu kompasianer yang mengatakan tulisan berkualitas sepi pembaca, sedangkan yang tulisannya biasa saja, malah ramai pembaca. Jawaban pun sempat terpikir pada saya, seharusnya kita bisa mengikuti selera pembaca. 

Tapi masalahnya, ada hal yang cukup membuat saya merenung, ada penelitian yang mengatakan mengapa kualitas tontonan di Indonesia semakin menurun, baik itu sinetron, konten YouTube ataupun hiburan lainnya. Hal ini dipicu oleh media mengikuti selera mayoritas penonton. Hmm... saya jadi bertanya-tanya, apakah benar selera kita itu semakin tidak berbobot?

Andai saya menulis, berarti saya musti ikut selera pembaca dong, yang lebih suka dengan konten politik, mistis, dan yang sedang tren. Sedangkan penguasaan saya di tiga topik tersebut bisa dikatakan terbatas. Tidak semuanya saya biasa kuasai. Tapi kalau saya menulis tentang hal lain, hmm.. ada yang mau baca ga ya? Walau menulis sekadar hobi, namun saya tidak bisa membohongi diri saya kalau saya ingin tulisan saya dibaca, bukan sekadar dilewati begitu saja.

Ketertarikan saya yang sebenarnya adalah Batik dan Budaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline