Lihat ke Halaman Asli

Nana Marcecilia

TERVERIFIKASI

Menikmati berjalannya waktu

Samakah Tidak Munafik dengan Luapan Emosi Berupa Kata-kata Kasar?

Diperbarui: 20 Januari 2020   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : IslamSantun.com

Akhir pekan kemarin ceritanya saya ingin bersantai ria menikmatinya dengan goler-goleran sambil mengecek sosial media, salah satunya Instagram. Eh, ternyata ada yang lagi viral nih, seorang artis mengamuk karena ternyata ada artis lain yang melakukan kesalahan dan meminta maaf, akan tetapi permintaan maaf tersebut ternyata dinilai tidak tulus. Saya inisialkan artis yang mengamuk itu NM, dan artis yang melakukan kesalahan tersebut AU. 

Dalam InstaStory-nya, NM sempat menyebut kalau AU itu orang yang munafik, dan pernyataan tersebut saya perhatikan  mendapatkan respon yang positif dari warganet, yang intinya, mereka menganggap sikap artis ini baik, tulus dan apa adanya.

Saya pun menjadi tertarik pada "mengapa munafik tidaknya seseorang dilihat dari ekspresi emosi dengan kata-kata kasar? Kalau marah, yah sudah tidak perlu dikendalikan lagi?"

Apalagi dulu sempat tren dengan banyak pejabat yang mengikuti salah satu mantan gubernur yang berbicara apa adanya dengan kata-kata kasar dalam mengungkapkan ketidaksukaannya. Hmm.. dalam pergaulan pun, saya memperhatikan orang yang sepertinya tidak bisa mengendalikan emosinya, akan dikatakan tidak munafik. Walaupun memang orang tersebut adalah korban dari kesalahan orang lain.

Saya pun akhirnya mempertanyakan tidak munafik itu apakah harus dengan meluapkan rasa marah dengan kata-kata kasar secara tidak terkendali? Padahal dalam norma masyarakat yang saya tahu, baik dalam dan luar negeri, kata-kata kasar itu menunjukkan orang yang kurang beretika, dan tidak bisa menempatkan diri. 

Tidak mau dikatakan munafik, akhirnya saya mencari pengertian munafik di KBBI, apa sih maksudnya? Oh, ternyata, munafik adalah berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya sebenarnya dalam hati tidak ; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya ; bermuka dua. 

Jadi tidak munafik, bisa disimpulkan dengan  orang yang perkataan dan perbuatannya berbanding lurus. Kebetulan dihari yang sama, saya menonton YouTube yang mewawancarai GKR Ayu (Puteri Keraton Yogyakarta) yang sedang menjelaskan dalam tarian Jawa kita belajar Watak Satria, salah satunya Nyawiji, yakni antara pikiran, ucapan dan tindakan harus menjadi satu, kalau tidak menjadi satu, maka dikatakan munafik. 

Dengan begitu orang yang pikiran, ucapan dan tindakannya menjadi satu atau berbanding lurus, nah, itulah tidak munafik. Jadi misalkan seorang pejabat, yang sebelum menjabat bersumpah setia pada Tuhan untuk negara, bangsa dan masyarakat. Nah, sepanjang masa jabatan hingga berakhirnya jabatan, si pejabat dalam ucapan dan tindakannya sesuai dengan sumpah setianya, maka orang tersebut masuk dalam kriteria tidak munafik. Kalau ternyata tahu-tahu korupsi, nah itu kan munafik.

Jadi, apakah tidak munafik lantas harus meluapkan emosi dengan kata-kata kasar?

Kalau dilihat dari pengertian diatas tidak juga ya, menurut saya, orang yang berkata-kata kasar pun, kalau pikiran, ucapan dan tindakan tidak sesuai, ya sama saja dong munafik. 

Sedangkan kata-kata kasar sendiri, menurut para peneliti, orang tersebut berarti jujur, cerdas, dan mentalnya lebih sehat, karena bisa mengekspresikan tekanan dalam batinnya. Tapi bagaimana kalau kata-kata kasar tersebut mencuat saat emosi dan sama sekali tidak bisa terkontrol?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline