Lihat ke Halaman Asli

Nana Marcecilia

TERVERIFIKASI

Menikmati berjalannya waktu

Pelajaran yang Dipetik dari KKN di Desa Penari

Diperbarui: 31 Agustus 2019   11:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tadinya saya tidak begitu tertarik baca KKN di Desa Penari, walaupun viral, karena saya merasa cerita horor di Indonesia tidak lagi ada gregetnya. Ini menurut saya pribadi.

Karena ada dua kompasianer yang menyebut dan mengulas KKN di Desa Penari, yang saya baca artikelnya, akhirnya saya membaca cerita horor tersebut. Sumpah, saya salah waktu  membacanya, karena membaca di malam hari, saya pikir tidak akan seram. Bahkan ketika tiba-tiba Ibu saya berdiri dekat pintu, jantung saya langsung mau copot rasanya. Hehe... manusiawi kan ya?

Tapi harus saya akui, cerita mistis tersebut sangat runut, bagus, dan membuat imajinasi saya bermain, layaknya majalah Misteri yang sering saya baca dulu. 

Penasaran, saya menonton klarifikasi si pencerita SimpleMan di YouTube Channel Raditya Dika, apakah benar KKN di Desa Penari itu memang ada?

Jawaban dari SimpleMan melalui rekaman suara, benar ada beberapa kejadian yang terjadi, hanya saja ada bagian cerita yang ia karang supaya lebih menarik. Dan kejadiannya itu sebenarnya sudah lama sekali, karena yang menceritakan adalah teman ibunya si pencerita saat zaman kuliah dulu, itupun teman ibunya dapat cerita dari temannya lagi.

Saya akhirnya malah tertarik dengan pesan moral yang ingin disampaikan bahwa kita, sebagai pendatang, harus menghormati warisan budaya setempat dengan bersikap sopan dan ikuti saja apa yang memang sudah dipercayai oleh masyarakat setempat.

Ada cerita dimana itu dialami dan dilihat langsung oleh adik saya. Ia berkesempatan menemani para siswanya kegiatan jambore. Lokasi jambore tersebut ada di hutan, hanya saja hutannya tidak terlalu seram, dan desa pun sangat dekat dengan hutan, tinggal turun anak tangga, langsung masuk desa.

Hutan pun sudah diobservasi, dan sudah meminta izin pada penduduk setempat. Ada kuncen disitu, dan beliau mengatakan beliau akan membantu menjaga, yang penting orang-orang yang datang bersikap sopan saja. 

Jambore pun dilakukan pada tengah malam, dan sengaja dibuat seseram mungkin, tapi banyak orang dewasa yang membantu berjaga disana di kegelapan. Suasananya sendiri, menurut keterangan adik saya, masih agak terang, tidak terlalu gelap. 

Kegiatan pun terlaksana dengan sangat baik, sampai mereka menunggu dua siswi lagi yang terpisah dari kelompok  datang. Kuncen dan tiga guru pria pun berinisiatif untuk pergi mencari dua siswi tersebut. 

Sembari menunggu, ada siswa yang ceritanya mengadu pada adik saya, "Bu, masa Hendi (nama samaran, pegang pant*t saya tadi pas jalan! Maho lu", teman-temannya pun tertawa. Hendi menyahut sambil mengenyitkan dahi, "Kaga", 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline