Pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas sudah seharusnya diterima oleh setiap anak dari orang tua maupun pendidik mereka sebab ketika hal tersebut tidak disampaikan, imbasnya adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan anak ketika mereka sudah memasuki usia remaja dan menghadapi masa pubertas. Seiring dengan perkembangan yang dialami, beberapa anak dapat mengatasi ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka dengan mempelajari berbagai informasi seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas yang dapat diakses melalui berbagai media. Di samping itu, mereka juga dapat bertukar informasi melalui diskusi dengan teman sebaya ataupun bertanya pada orang yang usianya lebih tua. Akan tetapi, bagi anak-anak berkebutuhan khusus terutama anak tunagrahita, hal tersebut cenderung bukanlah hal yang dapat atau akan dilakukan. Karakteristik dan kondisi yang dialami oleh anak tunagrahita tentunya membuat mereka kesulitan apabila harus mengakses pengetahuan dan keterampilan tanpa adanya orang lain yang membantu dan mengarahkan. Lebih lanjut lagi, cara---seperti penggunaan bahasa hingga media---dalam menyampaikan informasi seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas pun akan berbeda dengan yang digunakan terhadap anak pada umumnya.
Untuk mengetahui pemahaman dan keterampilan anak tunagrahita mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas, Mahasiswa Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) membentuk beberapa tim yang salah satunya bekerja sama dengan SLB C Plus Asih Manunggal. Anggota tim yang terdiri dari Rizmah Nabilah, Nazifa Septania Ahnaf, Putri Ilya Aviyanti, Sectiagany Rachmawati Iswanto, dan Yessy Rania Sauza melakukan penelitian terhadap tiga anak tunagrahita berjenis kelamin perempuan di sekolah tersebut. Informasi mengenai kemampuan seputar kesehatan reproduksi dan seksualitas dari ketiga anak tersebut dikumpulkan melalui proses asesmen. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiganya memiliki pengetahuan dan keterampilan seputar organ reproduksi, cara menjaga kebersihan saat menstruasi, dan menghindari diri dari kekerasan yang belum optimal.
Tim mahasiswa selanjutnya melanjutkan penelitian dengan merancang program pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas yang dibutuhkan oleh masing-masing anak. Tidak berhenti di situ, program yang telah dibuat kemudian diimplementasikan pada pertemuan berikutnya. Media pembelajaran berupa buku interaktif menjadi pilihan tim ini sebagai alat yang dapat membantu anak tunagrahita dalam memahami materi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang disampaikan. Buku interaktif merupakan buku yang dirancang agar pembacanya dapat berinteraksi atau berpartisipasi dengan buku tersebut. Buku interaktif merupakan media komunikasi yang tepat digunakan dalam pembelajaran anak karena memiliki sisi interaktif yang membuat anak dapat belajar berimajinasi dan bermain.
Moveable book (paper engineering) menjadi jenis buku interaktif yang dikembangkan oleh tim ini di mana terdapat bagian pada buku yang dapat digerakkan sehingga memungkinkan terjadi interaksi antara pembaca dengan buku. Mekanisme yang digunakan dalam buku tersebut terdiri dari pull tab (terdapat kertas yang dapat ditarik), volvelles (terdapat kertas yang dapat diputar), dan pop up (terdapat lipatan kertas yang berbentuk tiga dimensi). Dalam buku tersebut, ditampilkan beberapa konten seputar pentingnya memakai pembalut saat menstruasi dan manajemen kebersihan menstruasi. Selain itu, dibuat pula buku yang menyajikan informasi mengenai kekerasan berbasis gender dalam bentuk cerita interakitf. Melalui tampilan visual yang menarik dan interaktif pada buku tersebut, anak tunagrahita diharapkan dapat aktif dalam mengikuti pembelajaran dan lebih mudah dalam mencerna informasi yang diberikan.
Selama mengikuti pembelajaran menggunakan media buku interaktif, anak menunjukkan beberapa reaksi positif dan ketertarikan serta mengaku senang. Tidak hanya itu, pemahaman anak mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas juga mulai menunjukkan peningkatan. Tim berharap media pembelajaran interaktif tersebut dapat digunakan kembali oleh pihak sekolah maupun orang tua dan dapat menjadi referensi dalam memberikan pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas bagi anak tunagrahita maupun anak lainnya secara berkelanjutan. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan anak tunagrahita terutama mengenai kebersihan organ reproduksi dan cara menghindar dari kekerasan dapat mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka dapat merawat diri secara mandiri dan terhindar dari kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H