Lihat ke Halaman Asli

Nana Cahana

Menekuni literasi, pendidikan dan sosial

Ayah, Semangatmu Mengayomi, Takkan Kulupa

Diperbarui: 29 September 2022   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi: Alm. Mama (Ayah) bersama Mimi (Ibu)

Ayahku telah wafat 3 tahun lalu, tepatnya 29 Januari 2019. Namun semangatnya mengayomiku dan saudara-saudaraku tak lekang dimakan waktu. Beliau juga suami yang bertanggung jawab membimbing ibu. Selama hidupnya yang aku tahu beliau selalu bersama ibu. Memang pernah usaha di Jakarta tapi tidak menetap disana untuk waktu yang lama. Waktu paling lama semingguan.

Hari ini hari Jumat, 23 September 2022. Aku teringat 36 tahun silam kala usiaku 5 tahunan, engkau ajak aku ke masjid untuk menunaikan shalat Jumat. Kau pakaikan aku sarung kecil, kopeah hitam dan minyak wangi. 

Aku merasa heran melihat banyak orang laki-laki di masjid desaku itu. Aku tidak berpikir apa-apa. Yang aku tahu di sebelah kanan-kiri, depan-belakang orang-orang dewasa, laki-laki semua. Tidak sampai disini. Menginjak kelas 1 SD, ayah mengajakku pergi ke mushola di kampungku setiap Magrib hingga Isya. 

Bukan hanya mengajak, tapi ayahku sendiri dengan kemampuan terbatasnya mengajariku Alif Ba Ta. Ternyata inilah pelajaran pertamaku mengenal huruf Hijaiyah sampai aku bisa mengaji dengan lancar.

Ayahku seorang bengkel motor, mobil dan las. Tapi beliau tidak mau kalau aku harus berkotor-kotoran seperti beliau kare oli, debu dan lainnya. Beliau ingin diriku belajar agama dan terus sekolah. Ketika menginjak umur 11 tahun ayahku berpesan agar kelak aku harus mencari pekerjaan yang lebih nyaman dan tidak boleh bekerja seperti beliau. Beliau meminta diriku untuk mencari pekerjaan yang lebih baik darinya.

 "Jangan seperti mama (sebutan ayah bagi penduduk Majalengka) kotor kayak gini. Kamu harus giat belajar agama dan terus sekolah. Biar pintar. Biar masa depanmu enak. Kerjanya di tempat yang bersih-bersih," tandasnya.

"Tapi sesekali bantu mama biar kamu tahu cara memperbaiki motor mogok, biar gak kaget kalau mogok di jalan"

Semasa hidupnya mama semangat mengayomi anak-anaknya, aku dan saudara-saudaraku. Bahkan mama tidak sungkan mengayomi anak buahnya (karyawan bengkelnya) termauk supir yang membawa mobil colt bak ayah. 

Aku sebagai anaknya merasa apa yang diinginkan ayah dapat kurasakan hasilnya kini. Susah payahku mengaji, kerja kerasku sekolah, dan semangat belajarku ini karena semangat yang kau tularkan kepadaku. Diriku kini menjadi orang dengan profesi bidang kependidikan Islam. Aku mengajar dan juga mengelola lembaga pendidikan Islam.

Aku masih terngiang saat lulus pondok dan berencana melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Ayah bertanya dimana tempat kuliah yang dituju. Beliau merestui saja tempat kuliah pilihanku. Sebab beliau kurang paham tentang kampus. Beliau merasa tidak enak dengan diriku sebab di usianya 18 tahun dulu sudah menikah. Hal ini yang membuat ayahku berpesan dan berkata, "jika kuliah nanti dapat jodoh, mama tidak masalah karena mama dulu menikah muda," jelasnya. Aku hanya mengangguk tanda mengiyakan perkataannya.

Selepas S1, aku mau ikut sekolah dinas bidang kemanan sipil namun ayah tidak mengizinkan. Aku mengikuti petuahnya saja. Kemudian aku berniat untuk melanjutkan studi S2 ke luar negeri karena diajak teman, Ayah tidak mengizinkan. Aku pun mengikuti saja apa katanya. Ini karena  aku yakin orang tua mempunyai pertimbangan sendiri soal masa depan untukku. S2 di Jogjalah yang beliau izinkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline