Lihat ke Halaman Asli

Laki-laki yang Mencari Keadilan di Tengah Hutan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak-bapak dan Ibu-ibu,hadirin sekalian! Berbicara tentang keadilan,khususnya yang berlaku di kampung kita ini, sungguh merupakan suatu topik yang berat bagi saya. Saya katakan berat karena saya sudah terlanjur yakin tidak akan ada diantara para hadirin yang akan terpuaskan oleh ceramah saya kali ini. Selain itu saya juga percaya bahwa bapak-bapak dan ibu-ibu bersedia meluangkan waktu datang di sini hanyalah demi mencari pembenaran atas konsep pribadi anda atas apa yang disebut dengan kebenaran! Maafkan saya.

Tetapi walaupun begitu, janganlah terburu-buru marah dan pergi meninggalkan tempat ini. Apalagi sampai melempari saya dengan sepatu!

Dengarkanlah dulu cerita saya ini. Mudah-mudahan bermanfaat.

Pada suatu hari,seorang profesional muda,seorang suami dari perempuan muda nan cantik,seorang ayah dari gadis centil usia tujuh tahun, tiba-tiba mendapati dirinya sedang berdiri di sebuah hutan belantara. Meskipun baru saja tersadar,namun ia berusaha untuk tidak terkejut. "Aku adalah manusia yang sudah biasa dalam tekanan," katanya kepada dirinya sendiri.

Mulailah ia berjalan menyusuri hutan dengan keyakinan akan menemukan jalan ke luar. Tiba-tiba telinganya menangkap lontaran sebongkah suara.

"Tolong...! Tolong aku...!

Laki-laki itu segera mencari. Naluri manusiawinya bangkit dari tidur. Namun sejauh ini ia belum menemukan si pemilik suara.

"Hai manusia...,aku di sini...!" terdengar lagi suara itu.

Laki-laki itu menoleh ke sebelahkiri. Tiba-tiba ia melompat mundur! Rupanya kali ini ia tidak dapat menolak untuk terkejut.

Melihat seekor harimau meringkuk di dalam seperangkat perangkap buatan manusia bukan hal aneh kelihatannya. Tetapi kalau harimau itu berbicara kepada manusia dengan bahasa manusia, logika laki-laki profesional itu belum terbiasa mencerna.

Bapak-bapak dan ibu-ibu, para hadirin sekalian! Demikianlah ia akhirnya terpatung di tempatnya berdiri. Namun itu tidak berlangsung lama. Ingat, ia adalah profesional yang sudah terbiasa mengelola stress.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline