Lihat ke Halaman Asli

Namita Elen

Mahasiswi Arsitektur Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Happy Mind, Happy Life

Diperbarui: 30 Desember 2020   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam suasana senyap di tahun 2020 yang di sebabkan oleh tak lain dan tak bukan yaitu C-O-R-O-N-A (covid-19) dapat membuat acara pergantian tahun kali ini ditiadakan. Tentu saja hal itu berpengaruh pada tingkat stress bagi kebanyakan orang. 

Menjelang akhir tahun, biasanya banyak rencana-rencana sudah dipersiapakan misalnya seperti berkumul bersama sanak saudara, pergi merayakan tahun baru di villa yang sudah disewa, acara memanggang dan berbincang bersama kawan dekat,dan lainnya. 

Namun, sehubungan dengan dampak dari covid-19 ini, menyebabkan penerapan kebijakan dari pemerintah Indonesia salah satunya adalah physical distancing bisa disebut juga jaga jarak aman,yaitu menjauhi kerumunan dan menghindari adanya kontak fisik. Seperti diketahui bahwa physical distancing terus disuarakan demi memutus mata rantai penularan virus corona.

Di sisi lain, menjaga jarak dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tekanan psikologis tersendiri. Hal ini bisa saja memicu munculnya gejala depresi. 

Depresi sendiri adalah gangguan kesehatan mental yang memengaruhi suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih dan kehilangan minat secara berkepanjangan. 

"Hormon bahagia" atau bisa disebut juga dengan dopamin, yang merupakan bagian penting dari sistem penghargaan otak membantu mengatur suasana hati serta tidur, nafsu makan, pencernaan, kemampuan belajar, dan memori. 

Tetapi saat isolasi diri di rumah yang terjadi adalah pola tidur yang bernatakan, pola makan semakin tak teratur, dan juga menggunakan gadget terlalu lama sangat berpengaruh buruk bagi fisik maupun psikis masyarakat luas. 

Waktu yang seharusnya dihabiskan secara produktif malah terbuang sia-sia, faktor utamanya yaitu peningkatan bermain media sosial yang dimana banyak objek maupun perorangan dari kalangan manapun dapat menimbulkan rasa kesenjangan. 

Apalagi jika  melihat kehidupan seseorang yang lebih baik ketimbang kehidupan kita sekarang. Itu akan menimbulkan rasa iri yang berujung pada kecemasan.

Untuk mengatasi semua itu kita harus ekstra hati-hati dalam mengontrol pikiran di benak kita,misalkan saat merasa lapar dan di hadapan sudah tersaji tiga menu : makanan mewah ala restoran, makanan rumahan, serta makanan dari kernajang sampah. 

Mana yang akan dipilih? Pastinya tak akan memilih makan dari keranjang sampah bukan,hal itu terjadi karena setiap orang pasti akan memikirkan kelangsungan hidupnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline