Lihat ke Halaman Asli

Bustami Bin Arbi

Aceh, Indonesia

Tradisi Uroe Tulak Bala di Aceh

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13274855201798380800

Setiap tahun pada hari rabu di akhir bulan Safar pada kalender Hijriyah, Ureung Aceh berduyun-duyun ke pantai. Mereka percaya, bulan safar merupakan bulan yang cuacanya panas. Banyak penyakit yang mengintai manusia, mulai dari demam panas, batuk dan penyakit lain.

Hari yang disebut sebagai uroe tulak bala atau juga dikenal dengan sebutan rabu abeh itu merupakan tradisi turun temurun yang secara sadar dilakukan oleh sebagain masyarakat Aceh terutama yang berdomisili di kampung-kampung. Jangan heran bila Anda-pendatang dari luar Aceh yang kebetulan melihat fenomena ini. Sebab pada hari itu di pinggir-pinggir sungai atau pantai melihat sekumpulan warga yang melakukan ritual doa bersama di bawah tenda atau lapak yang telah disediakan.

[caption id="attachment_158311" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber foto: pribadi (Bustami Bin Arbi)"][/caption]

Sebenarnya tradisi ini punya nilai tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. Selain sebagai ritual doa bersama, juga bisa menjadi ajang refreshing yang menarik. Nagan Raya, salah satu daerah di Aceh yang masyarakatnya masih melestarikan tradisi tulak bala ini. Sangat mudah untuk menemui tempat-tempat yang dikerumuni orang di daerah ini. Salah satu tempat yang sempat saya rekam adalah seputaran sungai Krueng Nagan di kawasan Cot Kuta-Kuta Padang.

[caption id="attachment_158313" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Foto: Dok.Pribadi (Bustami Bin Arbi)"]

13274857361212183249

[/caption]

[caption id="attachment_158317" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Foto: Dok.pribadi (Bustami Bin Arbi)"]

132748608482311864

[/caption]

Tak heran bila ada anak-anak usia sekolah dasar yang meliburkan diri ke sekolah pada hari rabu tersebut. Mungkin disebabkan ibu-ibu mereka yang mulai menyiapkan segala pernak-pernik ke tempat “rekreasi” itu dari pagi, sehingga anak-anak pun ikut terbawa euforia. Tak mau ketinggalan, anak-anak juga menyiapkan ban dalam mobil yang akan digunakan sebagai pelampung saat mandi di sungai nantinya.

Begitu pula para lelaki dewasa, semenjak pagi mereka mulai beranjak ke pinggi sungai untuk menyiapkan tenda atau lapak untuk doa dan makan bersama keluarga besar. Menarik bukan?, jadi menurut saya tradisi tulak bala ini punya nilai filosofi tinggi. Bisa kita sebut sebagai rekreasi rohani.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline