Ekonomi merupakan ilmu yang mengandung sifat fluktuatif. Di Indonesia sendiri, perekonomian tentu menjadi masalah yang tidak akan bosan dibahas. Semua aspek berhubungan dan akan berjalan jika melibatkan keuangan di dalamnya, tidak lain dari rumpun kesehatan, pendidikan, maupun hubungan suatu negara baik dalam negeri maupun luar negeri. Dari laju pertumbuhannya, ekonomi dapat berkembang dipengaruhi oleh kondisi suatu negara tersebut dan bagaimana Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengelola di dalamnya. Kondisi yang dimaksud ialah bagaimana suatu negara bisa bertahan saat menghadapi segala permasalahan yang melanda, salah satunya krisis keuangan.
Krisis keuangan dapat sering terjadi di suatu negara, contohnya krisis Japanese Asset Bubble tahun 1990. Krisis juga terjadi di Indonesia, di mana pada tahun 1998 terjadi krisis perbankan sistemik. Kemudian pada tahun 2008 terjadi krisis keuangan global di pusat ekonomi dunia yakni Amerika Serikat karena krisis subprime mortage ditandai dengan bangkrutnya bank Lehman Brothers. Tidak tertinggal diikuti dengan adanya wabah Covid-19 yang tentunya dirasakan oleh berbagai negara. Hal tersebut jelas berdampak pada aspek kesehatan dan terutama pada lembaga keuangan bank dan non-bank. Dari rangkaian krisis yang terjadi, perlu dipertanyakan bagaimana sistem ekonomi berlaku. Dalam hal ini difokuskan pada sistem ekonomi syariah dan yang umum digunakan di berbagai negara yakni sistem ekonomi konvensional.
Saat terjadinya krisis, bank Islam memiliki ketahanan, stabilitas, pertumbuhan profit lebih baik dibandingkan dengan lembaga konvensional. Akan tetapi, jika pada karakteristik efisiensi, likuiditas dan manajemen aset, maka bank konvensional dengan pasar yang lebih besar akan lebih baik dari bank Islam. Hal ini dikarenakan penyebab utama dari krisis keuangan tersebut adalah bunga yang dalam Islam termasuk riba. Sementara profit dan lost sharing yang digunakan perbankan syariah menjadi solusi atas ketidakstabilan kondisi keuangan. Didukung dengan penerapan nilai syariah yang terhindar dari unsur Maysir (judi), Riba (bunga), dan Gharar (ketidakpastian).
Dalam aktivitas ekonomi syariah yang berlaku di Indonesia tidak jauh berbeda dengan ekonomi lainnya, seperti transaksi jual-beli, kerjasama, peminjaman, dan kegiatan ekonomi lainnya. Akan tetapi, pada sistem ekonomi syariah mengutamakan pada pedoman yang berdasar pada syariat agama Islam. Diantaranya yakni, pertama prinsip Tauhid (keimanan) yang menyadarkan bahwa Allah pemilik segala sesuatu dan manusia hanyalah pengelola. Kedua, prinsip 'Adl (keadilan) yang menekankan pentingnya keadilan untuk kesejahteraan manusia dengan penerapan maqashid syariah. Salah satunya di implementasikan melalui distribusi kekayaan dengan adanya zakat, infaq, sedekah yang dikelola dengan baik. Ketiga, prinsip Nubuwwah (kenabian) dengan meneladani sifat Rasulullah dalam aktivitas ekonomi seperti mengutamakan kejujuran dan kepercayaan. Keempat, prinsip Khilafah (pemerintahan) di mana pemerintah harus memastikan bahwa segala peraturan dan perekonomian berjalan dengan baik, mengurangi kesenjangan, dan mencapai pemerataan. Kelima, prinsip Ma'ad (hasil) bahwa semua hasil yang dimiliki nantinya akan dipertanggungjawabkan, sehingga manusia diharapkan tidak hanya berfokus terhadap dunia saja.
Akan tetapi tidakkah kamu penasaran, ada gak sih kelemahan dalam sistem ekonomi ini?
Jika dibandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis yang mengunggulkan kebebasan, lain halnya dengan ekonomi syariah yang dalam aturannya harus sesuai dengan prinsip syariah dan memperhatikan segala proses kegiatannya terhindar dari unsur MAGHRIB (maysir,gharar,riba). Dengan aturan yang mengutamakan halal, pasti mempengaruhi proses produksi yang membuat kreativitas pelaku ekonomi dikurung dan kurang adanya variasi dalam produksi. Hal ini tentunya berpengaruh dalam kebebasan cara bersaing dan keuntungan yang akan diperoleh.
Dari segi tujuannya akan terlihat perbedaan, pada ekonomi syariah berakhir pada tujuan mencapai "falah" (kesejahteraan). Dalam hal ini dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan 5 prinsip di atas, salah satunya distribusi pendapatan yang dilakukan dengan menunaikan kewajiban dan kepedulian sebagai Muslim dengan pemurnian harta seperti zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Dengan ini, timbul pemerataan dan keadilan untuk pihak yang membutuhkan. Lain halnya pada ekonomi kapitalis yang mengutamakan keuntungan. Didukung dengan tidak adanya ketentuan terhadap produk dan harga sehingga tiap individu dapat mencapai keuntungan maksimum tanpa terpengaruh dengan individu lain. Akan tetapi, hal tersebut akan menyebabkan kesenjangan antara kelompok kaya dan pra sejahtera.
Dari penjelasan di atas, diharapkan pembaca dapat bijak untuk memahaminya. Baik itu sistem ekonomi syariah, kapitalis-liberal, sosialis-komunis, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karena bagaimana pun, keberhasilan suatu sistem ekonomi bergantung pada efektivitas implementasi suatu negara itu sendiri dan regulasi yang mendorong hal tersebut terwujud.
Sumber:
Adam, M. (2020). Paradigma Keuangan Islam Dalam Menghadapi Krisis. Al-Mashrafiyah: Jurnal ekonomi, Keuangan dan Perbankan Syariah, 4(1), 46--57.
Effendi, S. (2019). Perbandingan Sistem Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialis. Jurnal Riset Akuntansi Multiparadigma (JRAM), 6(2), 147--158. https://doi.org/10.31219/osf.io/5atcu