Lihat ke Halaman Asli

Najwa Tsabita

Mahasiswa

Potensi Zakat untuk Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Diperbarui: 31 Mei 2024   20:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia menjadi salah satu negara dengan penduduk yang mayoritasnya beragama Islam. Sehingga tidak asing lagi dengan kata-kata zakat. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang berada di urutan ke empat (syahadat, shalat, puasa, zakat, pergi haji). Zakat merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap orang Islam pada bulan Ramadhan yang kita sebut sebagai zakat fitrah. Namun, selain zakat fitrah masih banyak lagi zakat yang harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan dan syarat yang telah Allah SWT dan Rasul jelaskan. Diantaranya ada Zakat Mal (Harta), Zakat Fitrah, Zakat Penghasilan (Usaha), Zakat Emas dan Perak, Zakat Pertanian dan Peternakan.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut kita juga harus tau apa itu zakat sendiri. Zakat menurut etimologi (bahasa) adalah suci, bertambah dan berkah. Menurut terminologinya, zakat adalah sejumlah harta yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu dengan syarat tertentu.

"Zakat di Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dengan jumlah prediksi 327T pertahunnya". Hal ini seharusnya dapat menjadikan zakat sebagai salah satu pilar terpenting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat Islam Indonesia. Apa itu pembangunan ekonomi? Pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhan pendapatan total dan pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi ini memperhitungkan pertumbuhan penduduk, perubahan mendasar dalam struktur perekonomian negara, dan juga distribusi pendapatan. Pembangunan ekonomi didukung oleh pemanfaatan teknologi, penanaman modal, peningkatan kompetensi, peningkatan pengetahuan dan kapasitas organisasi.

Dengan potensi yang sangat besar hingga 327T pertahun, mengapa realita pembayaran zakat di Indonesia tergolong kecil dengan perolehan hanya Rp26,998T pada tahun 2023. Hasil tersebut tidak sampai 10% dari potensi zakat seharusnya di Indonesia. Walaupun perolehan tahun 2023 meningkat dari tahun 2022, tapi pengumpulan dana masih kurang optimal sehingga tidak mencapai target dari potensi tersebut. Hal ini dipicu dengan adanya isu kelembagaan pengumpulan yang kurang berkoordinasi karena nyata pengumpulan ini dilakukan berbeda-beda dari berbagai pihak baik pusat, daerah ataupun swasta di luar sana.

Pengumpulan zakat pada ZISWAF seharusnya dapat menjadi pilar terpenting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat islam dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan jika dikelola dengan baik. Sumber daya yang berasal dari muzakki dan diberikan kepada mustahiq akan membantu kehidupan rakyat sehingga mendorong pertumbuhan serta peningkatan ekonomi seperti prinsip ekonomi Islam maqashid syariah.

Zakat yang diberikan kepada masyarakat miskin dalam bentuk bantuan konsumtif akan meningkatkan pendapatannya yang berarti daya belinya juga meningkat sesuai dengan produk yang dibutuhkannya. Peningkatan daya beli produk ini mempengaruhi pertumbuhan produksi atau perdagangan. Efek peningkatan produksi meningkatkan kapasitas produksi. Selain itu, ketika zakat diberikan sebagai bantuan produktif seperti modal kerja atau modal kerja, maka akan memberikan multiplier effect yang lebih besar pada perekonomian.

Namun bisakah zakat ini diterapkan kepada seluruh penduduk Indonesia, terdengar tidak adil jika hanya orang-orang muslim saja yang diwajibkan membayar zakat ini. Apalagi terdapat isu atau pernyataan yang dapat menimbulkan pro dan kontra ketika zakat disandingkan dengan pajak. Bukankah dua hal itu terdengar sebagai suatu hal yang serupa baik dalam pemungutan atau penyalurannya. Sehingga ini menjadi tantangan lain yang harus pemerintah dan BAZNAS sebagai badan yang mengumpulkan dan menyalurakan zakat harus hadapi kedepannya.

Menurut saya sebagai seorang mahasiswa yang mengemban pendidikan ekonomi syariah, dua hal ini merupakan suatu hal yang berbeda. Walaupun pemungutan dan penyaluran terbilang mirip atau bahkan dapat dibilang sama. Tapi seperti yang sudah dijabarkan pada pengertian diatas zakat sesungguhnya diambil dengan ketentuan sendiri begitu juga penyalurannya ditentukan dengan ketentuannya sendiri.

Hal ini sejalan dengan ayat Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 103 "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka yang dengan itu akan membersihkan dan menyucikan mereka. Dan doakanlah mereka. Sesungguhnya, doa engkau [menjadi] ketenteraman jiwa untuk mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui". Dan untuk penyalurannya terhadap 8 asnaf juga di jelaskan pada Al-Qur'an Surat At-Taubah ayat 60 "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Sedangkan pajak sendiri adalah pembayaran yang diwajibkan secara hukum kepada negara oleh individu atau komunitas yang bersifat memaksa, tanpa menerima imbalan secara langsung dan menggunakannya untuk keperluan negara guna mencapai sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Jadi bisa dibedakan jika zakat merupakan kewajiban manusia terhadap sang pencipta nya dan penyalurannya untuk orang-orang tertentu. Sedangkan pajak adalah kewajiban atas dirinya terhadap pemerintah negara yang sifatnya memaksa dan terikat pada hukum dan dipakai untuk kesejahteraan seluruh rakyat di negara tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline