Setelah menerima rapor di akhir semester, perasaan saya campur aduk. Beberapa nilai memenuhi harapan, sementara yang lain masih jauh dari target. Meski begitu, saya merasa lega karena akhirnya bisa beristirahat setelah berbulan-bulan belajar keras. Liburan kali ini menjadi momen yang sangat saya nantikan. keluargaku memutuskan untuk pergi ke Alahan Panjang. Suasana pegunungan yang tenang dan sejuk di sana menjadi tempat yang tepat untuk menenangkan diri. Kami sepakat untuk menghabiskan waktu bersama tanpa.
Perjalanan menuju Alahan Panjang dimulai pagi-pagi sekali. Jalanan yang berkelok dihiasi pemandangan hijau membuat kami terpukau. Setiap tikungan menghadirkan panorama baru yang mengagumkan. Kami beberapa kali berhenti untuk mengambil foto pemandangan. "Pemandangannya indah sekali! Kita harus foto di sini," seru Ibu dengan antusias.
Setelah beberapa jam perjalanan, kami tiba di sebuah rumah kayu sederhana yang menjadi tempat menginap kami. Rumah itu dikelilingi kebun teh yang luas dan pohon-pohon besar yang menjulang. Rasanya seperti masuk ke dunia lain yang penuh kedamaian. Udara dingin langsung menyapa kami begitu turun dari mobil. Kami beristirahat sejenak sebelum menjelajahi sekitar.
Sore itu, kami berjalan santai menyusuri kebun teh. Matahari yang perlahan tenggelam memberikan pemandangan magis di langit. Kami duduk di sebuah bangku kayu sambil menikmati teh hangat yang dibawa dari rumah. Suara kicauan burung dan gemerisik dedaunan menambah suasana damai. "Ini seperti mimpi," kata Kakak sambil tersenyum.
Keesokan paginya, kami bangun lebih awal untuk menikmati udara segar. Kabut tipis masih menyelimuti kebun teh di sekitar rumah kayu. Setelah sarapan nasi goreng sederhana, kami berjalan-jalan di sekitar kebun teh. Adik saya membawa bola kecil untuk dimainkan di halaman. "Kak, tangkap bolanya!" serunya dengan tawa riang.
Di tengah bermain, kami berhenti sejenak untuk berfoto. Matahari pagi memancarkan sinar hangatnya, menciptakan bayangan indah di dedaunan. Ayah mengambil beberapa foto kami dengan latar kebun teh. "Ini akan jadi kenang-kenangan yang tak terlupakan," . Kami pun melanjutkan permainan dengan penuh canda tawa.
Setelah puas bermain, kami menjelajahi kawasan sekitar dengan berjalan kaki. Jalanan kecil di tengah pepohonan pinus membawa kami ke sebuah bukit kecil. Dari sana, kami bisa melihat pemandangan seluruh kebun teh dan rumah-rumah kecil di kejauhan. Rasanya seperti berada di tengah lukisan alam yang hidup. "Aku ingin tinggal di sini selamanya," ujar Adik sambil tersenyum lebar.
Siang itu, kami menemukan sebuah warung kecil milik warga setempat. Kami berhenti untuk membeli teh hangat dan kue tradisional. Pemilik warung, seorang nenek ramah, bercerita tentang kehidupan di Alahan Panjang. "Di sini hidup lebih sederhana, tapi selalu damai," katanya sambil tersenyum. Mendengar itu, saya merasa semakin kagum dengan tempat ini.
Setelah beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah danau kecil di dekat bukit. Airnya begitu jernih hingga kami bisa melihat ikan kecil berenang. Kami duduk di tepi danau sambil menikmati semilir angin yang menyejukkan. "Betapa indahnya ciptaan Tuhan," ucap Bunda dengan wajah kagum. Kami pun mengambil foto bersama di tempat itu.
Ketika sore tiba, kami kembali ke rumah kayu dan menikmati waktu bersantai. Kakak membawa buku yang ia baca di teras rumah. Sementara itu, Ayah sibuk menyalakan api unggun kecil untuk menghangatkan malam. Saya dan Adik bermain teka-teki sambil tertawa. Suasana malam itu terasa begitu akrab dan hangat.
Saat malam semakin larut, langit dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang. Pemandangan ini jarang sekali kami temui di kota. Kami duduk bersama di bawah selimut, memandang langit dengan penuh kekaguman. "Lihat, itu rasi bintang Orion!" seru Ayah. Kami semua memandang ke arah yang ia tunjuk.