Lihat ke Halaman Asli

Najwa Nada

mahasiswa

Mengulik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Era Jokowi

Diperbarui: 29 Oktober 2024   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

MENGULIK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME DI ERA JOKOWI

OPINI- korupsi, kolusi dan nepotisme adalah tindakan-tindakan yang merugikan negara dan masyarakatnya dana-dana yang dikorupsi merupakan hak orang lain yang diambil padahal dana-dana tersebut digunakan untuk memakmurkan rakyat, alhasil rakyat yang seharusnya mendapat bantuan jadi tidak mendapatkannya, hal ini lah yang juga menyebabkan terhambatnya Indonesia menjadi negara maju. Reputasi Indonesia yang pemerintahannya kebanyakan melakukan korupsi seperti bukan hal yang tabu lagi, bahkan tidak sedikit Masyarakat yang meng elu-elukan hal tersebut tetapi pemerintah masih saja melakukan korupsi secara terang terangan. KKN menjadi ancaman karena pengaruh negatifnya berdampak besar dan menyeluruh ke berbagai bidang, KKN juga menjadi ancaman dibidang ekonomi negara karena mengambil dan menguras uang negara, kemudian menjalar ke kehidupan sosial masyarakat juga terkena imbasnya, hal ini berimbas pada banyaknya protes dan ketidakpercayaan masyarakat akhirnya terjadi demo terjadi permasalah dibidang politik juga. dari sini kita bisa mengetahui bahwa efek domino dari KKN itu sangat besar sekali merugikannya bagi negara.

Kalian mungkin bertanya-tanya tentang apa itu korupsi, kolusi dan nepotisme sebab saya sendiri baru mengetahui makna dari kata-kata tersebut setelah menulis artikel ini. Korupsi merupakan suatu tindakan penyelewengan amanah untuk mengambil keuntungan pribadi, kolusi dalah suatu kerjasama rahasia untuk maksud tidak terpuji, persengkongkolan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara yang tidak terpuji, nepotisme adalah memanfaatkan posisi, jabatannya atau kedudukkannya kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntuntngkan sanak saudara sendiri.

Dampak yang akan terjadi apabila korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak segera di Atasi adalah Pertama, terjadinya kerusakan institusi. Korupsi melemahkan institusi-institusi pemerintah, menghambat pertumbuhan ekonomi dan merugikan rakyat. Kedua, terhambatnya investasi. Korupsi menciptakan ketidakpastian bagi investor, yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Ketiga, terjadi ketidaksetaraan. Korupsi memperdalam kesenjangan sosial dan ekonomi, karena sumber daya dialihkan dari program-program yang mendukung masyarakat miskin ke dalam kantong pribadi elite koruptif. Semua situasi ini akan meruntuhkan peradaban bangsa Indonesia.

Saat ini Indeks presepsi Indonesia (IPK) masih tergolong tinggi hal ini dapat terjadi karena presiden Jokowi yang kurang memperhatikan hukum di indonesia sehingga para koruptor masih bebas berkeliaran diluar sana. Bahkan salah satu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan menilai alasan yang turut melemahkan IPK, yakni Presiden Jokowi lebih sibuk cawe-cawe urusan politik ketimbang melakukan pembenahan hukum. Sejumlah regulasi yang diyakini dapat menyokong pemberantasan korupsi, seperti RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan revisi UU Pemberantasan Tipikor, tidak dikerjakan. Tetapi beberapa waktu lalu presiden Jokowi sempat mendesak DPR-RI untuk segera mengesahkan UU tentang perampasan asset, akan tetapi DPR-RI tidak kunjung mengabulkan permintaan presiden RI tersebut. Entah alasan apa yang menahan DPR-RI untuk tidak segera mengesahkan UU tersebut.

Kondisi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di era Jokowi menunjukkan sejumlah tantangan. Meskipun ada komitmen untuk pemberantasan korupsi, seperti penguatan KPK, praktik KKN masih terjadi di berbagai sektor, terutama dalam pengadaan barang dan jasa. Selain itu, adanya beberapa kasus yang melibatkan pejabat publik juga menciptakan ketidakpercayaan masyarakat. Ke depan, harapan terletak pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta penguatan peran masyarakat dalam pengawasan. Reformasi birokrasi yang lebih tegas dan pendidikan publik tentang anti-KKN juga bisa berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih. Komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, sangat penting untuk memerangi KKN secara efektif.

Presiden Jokowi telah mengambil beberapa langkah untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Indonesia, antara lain:

  • Pemberdayaan KPK: Meningkatkan dukungan dan kapasitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus-kasus korupsi.
  • Reformasi Birokrasi: Melakukan reformasi dalam sistem birokrasi untuk mengurangi peluang terjadinya KKN, termasuk penghapusan praktik-praktik yang tidak transparan.
  • Penguatan Sistem Pengawasan: Meningkatkan pengawasan terhadap anggaran dan penggunaan dana publik, termasuk melalui pengembangan teknologi informasi.
  • Sosialisasi dan Pendidikan Antikorupsi: Meluncurkan program-program edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya KKN.
  • Kerja Sama Internasional: Membangun kerja sama dengan negara lain dalam upaya pemberantasan korupsi, termasuk dalam hal pengembalian asset.
  • Pelaporan Laporan Harta Kekayaan: Mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan harta kekayaan secara transparan.
  • Sanksi Tegas: Menerapkan sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum yang terlibat dalam praktik KKN.

Langkah-langkah ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Beberapa kasus korupsi yang mencuat di era Jokowi antara lain:

  • Kasus e-KTP: Ini adalah salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia, melibatkan proyek pengadaan kartu identitas elektronik. Sejumlah pejabat, termasuk mantan ketua DPR, Setya Novanto, terlibat. Respons pemerintah termasuk penguatan KPK dan upaya reformasi untuk mencegah korupsi lebih lanjut.
  • Kasus Bansos: Dalam kasus ini, beberapa pejabat Kementerian Sosial terlibat dalam penyelewengan dana bantuan sosial selama pandemi COVID-19. Pemerintah menindaklanjuti dengan investigasi dan penangkapan pihak yang terlibat.
  • Kasus Asabri: Melibatkan penyalahgunaan dana investasi oleh manajemen Asabri, dengan kerugian yang besar. Tindakan pemerintah termasuk membentuk tim investigasi untuk mengusut dan memulihkan kerugian. Respons pemerintah umumnya melibatkan penegakan hukum, reformasi di institusi terkait, dan peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran untuk mencegah kasus serupa di masa depan.

Berikut adalah beberapa kecurangan yang terjadi dan sempat booming di kalangan Masyarakat karna dampaknya yang merugikan banyak orang.

Praktik kolusi pun tidak kalah popular dari korupsi, kolusi masih sangat familiar di kalangan pemerintahan maupun sektor swasta. Berikut beberapa bukti adanya kolusi:

  • Pengadaan Barang dan Jasa: Proses pengadaan sering kali diwarnai kolusi antara pejabat pemerintah dan penyedia jasa untuk memenangkan tender secara tidak sah, dengan cara mengatur syarat atau harga.
  • Proyek Bersama: Perusahaan-perusahaan dapat bekerja sama untuk mendapatkan proyek tertentu dengan cara mengatur tender, sehingga tidak ada kompetisi sejati.
  • Pengaruh Politik: Dalam beberapa kasus, perusahaan besar melakukan kolusi dengan politikus untuk memengaruhi kebijakan yang menguntungkan mereka, termasuk kebijakan pajak dan regulasi.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline