Lihat ke Halaman Asli

Mashieta Najwa

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga 23107030077

Kamu Sering Lelah dengan Overthingking? Stoikisme Cara Merubah Hidup Lebih Tenang

Diperbarui: 15 Juni 2024   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 sumber gambar Radar Jogja

supaya hidup gak overthinking- Raditya Dika

Kadang Overthing yang berlebihan membuat diri kita lelah dan capek sehingga waktu yang kita miliki untuk melakukan produktivitas jadi terbuang sia-sia, ada suatu padangan yang bisa meredakan overthinking kita loh,,

Stoikisme adalah sebuah filosofi yang mengajarkan kita untuk menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup dengan tenang dan bijaksana. Filosofi ini mengajarkan kita untuk fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti sikap dan tindakan kita sendiri, dan melepaskan diri dari kekhawatiran tentang hal-hal yang di luar kendali kita, seperti pendapat orang lain atau peristiwa yang tidak terduga. Tujuannya adalah mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan melalui pengendalian diri, kebajikan, dan pandangan hidup yang rasional.

Dari Bernalar Hingga Anti Cemas

Manusia sering mengalami kecemasan yang tidak terkendali karena memikirkan perbuatan, tindakan, dan pikiran yang sebenarnya di luar kendalinya. Hal ini sering kali terjadi karena kita terlalu memikirkan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Misalnya, kita tidak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan atau katakan tentang kita. Sebuah contoh dari kehidupan nyata adalah ketika anak Raditya Dika diejek oleh netizen karena dianggap tidak seperti anak artis lainnya. Istri Raditya marah atas ejekan tersebut, tetapi Raditya bertanya padanya, "Apakah anak kita jelek?" Ketika istrinya menjawab "tidak," Raditya menunjukkan contoh kecil dari prinsip stoikisme, yaitu fokus pada kebenaran dan tidak terganggu oleh opini orang lain.

Stoikisme Bukan Berarti Pasrah

Sering kali, orang salah kaprah menganggap stoikisme sebagai sikap yang "bodo amat" atau pasrah tanpa usaha. Padahal, stoikisme justru mengajarkan kita untuk berusaha sebaik mungkin (ikhtiar) dalam segala hal yang kita lakukan. Filosofi ini menekankan pentingnya melakukan yang terbaik dengan sepenuh hati dalam pekerjaan, hubungan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Namun, setelah berusaha keras, stoikisme mengajarkan kita untuk menerima hasilnya dengan lapang dada, apapun itu. Ini bukan berarti kita menjadi acuh tak acuh, melainkan kita belajar untuk tidak terjebak dalam rasa kecewa atau frustasi jika hasil yang kita inginkan tidak tercapai.

Kita harus menerima apa yang terjadi esok hari tanpa kehilangan semangat untuk berusaha hari ini. Misalnya, jika kita sedang mempersiapkan presentasi penting, kita harus memberikan yang terbaik dalam persiapan dan penyampaian. Setelah itu, kita melepaskan kekhawatiran tentang bagaimana reaksi audiens atau apakah presentasi tersebut akan berhasil sepenuhnya sesuai harapan. Dengan begitu, kita tidak membiarkan kecemasan atau rasa takut menguasai pikiran kita, tetapi tetap fokus pada tindakan nyata yang bisa kita ambil saat ini. Inilah esensi stoikisme: menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab dan ketenangan, mengetahui bahwa kita telah melakukan yang terbaik yang kita bisa.

Premeditatio Malorum: Memikirkan Kemungkinan Terburuk

Dalam stoikisme, ada konsep yang disebut *premeditatio malorum* yang berarti memikirkan kemungkinan terburuk. Para filsuf stoik menganjurkan untuk membayangkan skenario terburuk agar kita lebih siap menghadapi kenyataan dan tidak terlalu terkejut jika hal itu terjadi. Ini bukan berarti berpikir negatif, tetapi lebih kepada kesiapan mental untuk menghadapi segala kemungkinan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline