Lihat ke Halaman Asli

Najwa manar

Mahasiswa

Ngeri-Ngeri Sedap: Film Komedi yang Mengajarkan Nilai-Nilai Keluarga dan Komunikasi Antarbudaya

Diperbarui: 14 Januari 2024   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : screenshot, Netflix

Film Ngeri-Ngeri Sedap adalah film drama komedi yang disutradarai dan ditulis oleh Bene Dion Rajagukguk, yang menceritakan tentang pasangan suami istri yang pura-pura bercerai agar anak-anak mereka yang merantau pulang ke kampung halaman. Film ini juga menampilkan berbagai aspek budaya Batak, seperti adat, bahasa, musik, dan makanan  .

Film Ngeri-Ngeri Sedap, yang dirilis pada tahun 2022, mengangkat kisah nyata tentang sebuah keluarga Batak yang tinggal di tepi Danau Toba. Film ini mengisahkan tentang Pak Domu dan Mak Domu, yang merindukan ketiga anak laki-laki mereka yang merantau ke Jawa. Untuk membuat mereka pulang, Pak Domu dan Mak Domu berpura-pura ingin bercerai. Namun, rencana mereka tidak berjalan mulus, karena anak-anak mereka memiliki masalah dan konflik masing-masing. Film ini tidak hanya menampilkan drama keluarga yang bikin ngakak, tetapi juga menyoroti aspek-aspek budaya Batak, seperti adat, marga, dan perkawinan. Film ini juga menunjukkan bagaimana budaya Batak berinteraksi dan berkonvergensi dengan budaya lain, khususnya budaya Jawa. 

Seperti Ulos adalah kain tenun khas suku Batak yang memiliki nilai sakral dan simbolik bagi masyarakatnya. Ulos tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, tetapi juga sebagai media komunikasi, ekspresi, dan pelestarian budaya Batak. Ulos juga menjadi tanda kasih sayang, penghormatan, dan kekerabatan antara sesama orang Batak.

Dalam film "Ngeri-Ngeri Sedap" yang dirilis pada tahun 2022, kita dapat melihat bagaimana ulos menjadi bagian penting dalam kehidupan keluarga Batak di tepi Danau Toba. Film ini mengisahkan tentang Pak Domu dan Mak Domu, yang merindukan ketiga anak laki-laki mereka yang merantau ke Jawa. Untuk membuat mereka pulang, Pak Domu dan Mak Domu berpura-pura ingin bercerai. Namun, rencana mereka tidak berjalan mulus, karena anak-anak mereka memiliki masalah dan konflik masing-masing.

Film ini tidak hanya menampilkan drama keluarga yang bikin ngakak, tetapi juga menyoroti aspek-aspek budaya Batak, seperti adat, marga, dan perkawinan. Salah satu budaya yang paling menonjol adalah penggunaan ulos dalam berbagai acara adat, seperti sulang-sulang pahompu, mangulosi, dan kematian.

Sulang-sulang pahompu adalah acara adat yang dilakukan oleh orang tua untuk meminta maaf kepada anak-anak mereka yang sudah dewasa dan merantau. Dalam acara ini, orang tua memberikan ulos kepada anak-anak mereka sebagai tanda cinta dan pengampunan. Ulos yang diberikan biasanya berwarna merah, hitam, dan putih, yang melambangkan darah, kegelapan, dan kesucian. 

Salah satu teori komunikasi antarbudaya yang sesuai dengan teori adaptasi komunikasi. Teori ini menjelaskan mengapa dan bagaimana kita menyesuaikan perilaku komunikasi kita dengan perilaku orang lain. Teori ini dikemukakan oleh Howard Giles dan lain-lain. Mereka menemukan bahwa komunikator seringkali meniru tindakan lawan bicaranya ketika berkomunikasi.

Proses peniruan ini disebut konvergensi dan merupakan bentuk adaptasi dan penyesuaian timbal balik. Jika terjadi proses sebaliknya maka disebut divergensi, yaitu suatu bentuk non-penyesuaian tanpa penyesuaian. Proses konvergensi dan divergensi mempunyai dua ciri yaitu timbal balik dan non timbal balik. Jika kedua belah pihak dalam komunikasi saling meniru ekspresi dan gerakan, maka ini adalah proses saling konvergensi. Namun jika salah satu pihak melakukan proses konvergensi terhadap pihak lainnya, namun pihak lain memberikan respon sebaliknya, maka proses konvergensi tersebut bersifat non-resiprokal.

Dalam konteks ini terlihat Pak Pomo menerapkan proses konvergensi terhadap Sahat dengan memberikan nasehat dalam bahasa Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa Park Bomo ingin menunjukkan rasa hormat, simpati dan kedekatan dengan Sahat yang berasal dari budaya Batak. Pak Pomo juga berharap dapat menyampaikan nilai-nilai budaya Jawa yang menghargai kehidupan yang berseri dan bermanfaat bagi sesama. Pada saat yang sama, Sahat juga dapat menjalani proses untuk mendekati Parker Bomo dengan mendengarkan dan menghormati nasihatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Sahat ingin menyampaikan rasa terima kasih, penghargaan dan rasa hormatnya kepada Pakpomo yang telah menampungnya selama bermigrasi. Sahat mungkin juga mempelajari nilai-nilai budaya Jawa yang berbeda dengan budaya Batak.

Film ini tidak hanya menghibur penonton dengan humor yang segar dan cerdas, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai keluarga dan komunikasi antarbudaya yang penting. Dalam film ini, kita bisa melihat bagaimana keluarga Rajagukguk berusaha untuk saling mengerti dan menghormati perbedaan budaya, agama, dan gaya hidup yang ada di antara mereka. Kita juga bisa belajar tentang budaya Batak yang kaya dan unik, yang menjadi salah satu identitas dan kebanggaan bangsa Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline