Teori Belajar Kognitif dan Pendekatan Konstruktivisme
Teori Belajar Kongitif
Teori kognitif ini, yang didasari oleh pandangan adanya mekanisme dan proses pertumbuhan, yaitu dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan berfikir menggunakan hipotesa. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah pengertian Jean Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang hakikat kecerdasan (Gredler, 1991). Dalam praktek belajar, teori kognitif terwujud dalam: "tahap-tahap perkembangan belajar" oleh Jean Piaget, "belajar bermakna" oleh Ausuber, dan "belajar penemuan secara bebas" (free discovery learning) oleh Jerome Bruner. Ini mendasari ilmu pengetahuan yang menurut kognitifist dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi dengan lingkungan yang berkesinambungan. Proses ini tidak terpisah-pisah, tetapi merupakan proses yang mengalir serta sambung-menyambung, dan menyeluruh. Seperti halnya proses membaca, bukan sekedar menggabungkan alfabet-alfabet yang terpisah-pisah; tetapi menggabungkan kata, kalimat atau paragraf yang diserap dalam pikiran dan kesemuanya itu menjadi satu, mengalir total secara bersamaan.
Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah pendekatan yang menunjukkan bahwa pembelajaran lebih efektif dan bermakna ketika siswa mampu berinteraksi dengan masalah atau konsep. Xamani (2013: 1) berpendapat bahwa pendekatan ini memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuan, mengintegrasikannya ke situasi baru, mengambil pengetahuan awal mereka sebagai dasar dan manfaat dari interaksi sosial serta mengembangkan pemikiran kritis. Dengan kata lain, ia memandang bahwa alih-alih penerima pasif yang menunggu guru memberikan stimulus untuk mendapatkan respons, pembelajar sebenarnya bertanggung jawab atas pembelajarannya. Pembelajaran konstruktivis biasanya dikaitkan dengan pendekatan yang berpusat pada peserta didik, di mana siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang berarti (Masrom, 2013: 3). Oleh karena itu, peserta didik tidak "kaleng kosong untuk diisi dengan pengetahuan, tetapi organisme dinamis mencari makna" (Can, 2009: 63). Hasil pembelajaran dari kedua proses kognitif dan interaksi sosial. Artinya, di samping proses persepsi, organisasi dan penarikan kembali informasi, konstruktivisme juga mengacu pada interaksi di mana pembelajar belajar dengan dan dari orang lain.
Pada dasarnya ada dua aliran utama konstruktivisme. Pertama, konstruktivisme kognitif, yang berpendapat bahwa pelajar harus secara kognitif dan aktif membangun informasi yang mereka peroleh dari lingkungan mereka. Jean Piaget, bapak pendiri, berpendapat bahwa alih-alih mengasumsikan pelajar sebagai penerima stimulus pasif, orang harus melihat bahwa peserta didik membangun makna yang dibangun berdasarkan pengetahuan sebelumnya, dan karena itu relevan dengan dunianya (Piaget, 1953, dalam Gilbert, 2010) .
Piaget mengusulkan konsep asimilasi dan akomodasi, dua elemen yang berfungsi sebagai pembelajar membangun pengetahuan. Asimilasi terjadi ketika informasi baru dibawa ke dalam pikiran pembelajar dan ditambahkan ke skema yang ada. Oleh karena ada ketidakseimbangan kognitif di dalam pelajar, akomodasi terjadi, yang merupakan proses memodifikasi skema lama, atau menciptakan yang baru, agar lebih sesuai dengan informasi yang berasimilasi (Cook dan Cook, 2005). Kedua proses tersebut, asimilasi dan akomodasi, bekerja secara simultan dalam seorang pembelajar. Can (2009: 61) mendukung teori ini dengan menyatakan bahwa pengetahuan diciptakan dan diciptakan kembali ketika anak berkembang dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Hal ini berarti bahwa ketika seorang anak berkembang, penemuan pengetahuan sebelumnya akan disesuaikan dan dimodifikasi agar sesuai dengan pengetahuan baru yang diciptakan kembali yang dia peroleh dari lingkungannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI