Abstrak
Penurunan nasionalisme di kalangan generasi muda menjadi isu yang signifikan di tengah dinamika globalisasi dan perkembangan teknologi digital. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan nilai budaya, minimnya pemahaman sejarah, serta paparan budaya asing melalui media sosial. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis potensi penyebab penurunan nasionalisme di kalangan generasi muda dan dampaknya terhadap identitas kebangsaan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui kajian pustaka, penelitian ini mengeksplorasi literatur terkait konsep nasionalisme, perubahan sosial, dan peran pendidikan dalam membentuk kesadaran nasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa strategi yang tepat, seperti penguatan pendidikan karakter, promosi budaya lokal, dan optimalisasi media digital untuk konten patriotisme, dapat membantu mengatasi tantangan ini.
Kata Kunci: nasionalisme, generasi muda, globalisasi, pendidikan karakter, media sosial
Abstract
The decline of nationalism among younger generations has become a significant issue amidst globalization and the rapid development of digital technology. This phenomenon is influenced by various factors, including shifts in cultural values, a lack of historical awareness, and exposure to foreign cultures through social media. This article aims to analyze the potential causes of the decline in nationalism among the youth and its impact on national identity. Utilizing a qualitative approach through literature review, this study explores relevant literature on the concept of nationalism, social change, and the role of education in fostering national awareness. The findings indicate that appropriate strategies, such as strengthening character education, promoting local culture, and optimizing digital media for patriotic content, can help address these challenges.
Keywords: nationalism, youth, globalization, character education, social media
A. PENDAHULUAN
Nasionalisme merupakan elemen fundamental dalam membangun, menjaga, dan memperkuat identitas suatu bangsa. Di Indonesia, konsep nasionalisme memiliki makna yang sangat khusus karena mencerminkan sejarah panjang perjuangan rakyat untuk meraih kemerdekaan, serta kemampuan bangsa ini untuk mempersatukan keberagaman etnis, agama, dan budaya. Sebagai negara dengan lebih dari 17.000 pulau, ratusan suku bangsa, dan berbagai tradisi yang unik, nasionalisme menjadi kunci utama untuk menjaga persatuan di tengah keberagaman tersebut. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda, menunjukkan tanda-tanda penurunan. Fenomena ini menjadi perhatian serius di tengah arus globalisasi yang membawa dampak besar pada budaya, nilai, dan identitas bangsa.
Generasi muda merupakan tulang punggung masa depan bangsa. Mereka tidak hanya bertanggung jawab melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya tetapi juga menjadi aktor utama dalam menentukan arah pembangunan bangsa. Sayangnya, penelitian menunjukkan adanya potensi penurunan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda Indonesia. Menurut Rahman (2020), globalisasi yang didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi digital telah memperkenalkan nilai-nilai asing yang sering kali tidak sejalan dengan budaya lokal.
Media sosial, yang menjadi platform utama bagi generasi muda untuk berinteraksi dan memperoleh informasi, menjadi saluran utama masuknya budaya global. Paparan terhadap budaya asing ini, meskipun memberikan wawasan yang luas, sering kali mengikis rasa cinta terhadap identitas lokal dan simbol-simbol kebangsaan seperti bahasa Indonesia, lagu kebangsaan, dan tradisi-tradisi nasional.[1]
Di sisi lain, sistem pendidikan nasional juga turut memengaruhi penurunan nasionalisme ini. Pendidikan seharusnya menjadi alat utama untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui kurikulum yang dirancang untuk memperkuat wawasan kebangsaan, sejarah nasional, dan pendidikan karakter. Namun, penelitian oleh Pranoto (2019) menunjukkan bahwa implementasi pendidikan nasionalisme sering kali dianggap kurang relevan oleh generasi muda, yang lebih terfokus pada aspek akademik dan keterampilan teknis yang dianggap lebih berguna di dunia kerja. Akibatnya, pendidikan kurang mampu membangun keterikatan emosional siswa terhadap identitas nasional.