Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya berita bisa menjadi asupan sehari-hari masyarakat untuk mengakses segala jenis informasi. Mulai dari berita yang berat (hard news) hingga berita dengan pembawaan yang ringan seperti infotainment. Ia sendiri (information dan entertainment), merupakan kategori soft news dalam komunikasi jurnalistik yang membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam dunia selebriti.
Meski begitu, perdebatan apakah infotainment termasuk produk yang memenuhi kaidah jurnalistik masih terus berlanjut. Menjadi sebuah rahasia umum bahwa infotainment lebih sering membawakan berita yang masih gosip. Sedangkan sebuah berita, dalam kaidah jurnalistik harus memenuhi kriteria kebenaran dan keakuratannya serta memiliki nilai berita yang bisa diambil.
Dalam sebuah berita infotainment seringkali melanggar kode etik jurnalistik mengenai hak privasi, yang pada hal ini meliputi hak privasi selebriti. Hal ini kemungkinan bisa terjadi disebabkan oleh para kru yang tidak terlalu dibekali pengetahuan jurnalisme.
Pun juga hal ini ditujukan kepada pembawa acara infotainment atau biasa disebut sebagai host. Para host tersebut terkadang melanggar hak privasi selebriti yang sedang menjadi tamunya ketika acara berlangsung. Padahal sudah jelas dalam kode etik jurnalistik, harus menghormati hak tersebut. Privasi sendiri memiliki pengertian sebagai hak seseorang untuk mengontrol publikasi yang tidak diinginkan mengenai urusan personalnya.
Para host tersebut bahkan terkadang mengintervensi narasumbernya untuk menjawab paksa pertanyaannya. Tentu hal ini harus diperbaiki sebab dalam berkomunikasi dengan narasumber pun ada etikanya. Dalam etika berkomunikasi terdapat unsur-unsur pokok yakni kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan prinsip-prinsip moral dasar. Prinsip moral dasar yang dimaksud ialah sikap baik, keadilan, serta hormat kepada orang lain.
Sebagai seorang host yang juga tampil di televisi, seharusnya ia memiliki kompetensi yang sama dengan pembawa berita lainnya. Ia harus memiliki pemahaman yang baik seputar jurnalistik, terutama jurnalistik televisi ,berwawasan luas, serta menjaga integritas profesi dan pemeliharaan nilai-nilai etika komunikasi dengan kode etik jurnalistik. Lalu dari segi situasional, ia harus memerhatikan peran dan fungsi komunikator, standar khalayak, tingkat urgensi pelaksanaan komunikator, serta tujuannya. Sehingga bisa lebih berhati-hati dalam mengahadapi narasumber dan tidak melanggar hak privasinya.
Yang menjadi masalah ialah, berita infotainment terkadang hanya berfokus kepada rating acara sehingga kaidah-kaidah jurnalistik ini sering terabaikan. Para kru yang terlibat dinilai hanya mementingkan profit yang menjanjikan lewat iklan-iklan yang bekerja sama dengannya, meski hal yang disajikan menyimpang dari moral. Memang terdengar sangat miris namun begitulah faktanya.
Lantas, berdasarkan seluruh paparan di atas, apakah infotainment masih bisa dikategorikan sebagai produk jurnalistik? Dari segala perdebatan yang ada (sebab hingga sekarang hal ini masih ada pro-kontra), berita infotainment masih bisa disebut sebagai produk atau karya jurnalistik. Hal ini didasari karena berita infotainment menyajikan hal yang berupa peristiwa dan informasi yang dapat diterima khalayak umum.
Akan tetapi, ketika ditanya apakah infotainment memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik serta kode etik jurnalistik yang ada? Jawabannya adalah tidak. Hal ini didasari karena infotainment beserta host dan kru mereka sendiri masih abai terhadap kaidah dan kode etik tersebut terutama mengenai hak privasi. Pun juga masih banyak berita yang tayang tidak didasari dengan fakta dan tidak dicari tahu kebenarannya terlebih dahulu alias masih gosip.
Meski begitu, masih ada titik tengah yang dapat diambil dari dua kesimpulan di atas. Titik tengahnya ialah, infotainment harus memperbaiki nilai berita yang disajikan. Berita-berita yang disajikan tidak mesti selalu berita gosip yang kebenarannya masih abu-abu. Masih banyak berita yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Prinsip jurnalistik harus lebih dikuatkan ketimbang rating tinggi dengan profit yang menjanjikan.
Pun kepada para pekerja (kru) serta host yang terlibat harus dilatih memiliki pengetahuan jurnalistik yang lebih baik. Mereka harus memahami dan menghormati kaidah-kaidah jurnalistik, kode etik jurnalistik, dan lain sebagainya. Ketika semua hal-hal tersebut bisa diterapkan, otomatis image dan stigma terhadap infotainment itu sendiri akan berubah perlahan seiring berjalannya waktu.