Lihat ke Halaman Asli

Najwaa Afiifah Ramadhani

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kesenjangan Digital antara Lembaga Pendidikan Islam di Kota Besar dan Daerah Terpencil

Diperbarui: 17 September 2024   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita tau, di era digital yang terus berkembang pesat ini digitalisasi telah menjamah seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan. Di dalam konteks pendidikan islam, tentunya digitalisasi menawarkan peluang dan kesempatan yang besar dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran dan akses terhadap ilmu pengetahuan yang semakin meluas dengan menggunakan teknologi yang terus berkembang.


Tentunya dibalik majunya teknologi dan kemudahan akses digital di jaman sekarang ini, pendidikan islam di indonesia masih mengalami masalah berupa kesenjangan yang cukup signifikan. Pendidikan Islam di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengadopsi dan mengintegrasikan teknologi ke dalam sistem pembelajarannya. Dua isu utama yang menjadi sorotan adalah kesenjangan digital antara lembaga pendidikan Islam di kota besar dan daerah terpencil, serta kebutuhan mendesak akan pelatihan guru untuk mengadopsi teknologi pembelajaran baru.

Kesenjangan ini dapat dilihat dengan jelas dan dapat dirasakan perbedaannya yang terlalu jauh antara lembaga pendidikan islam di kota besar dan daerah terpencil. Seperti yang bisa kita lihat sehari-hari, di kota-kota besar banyak sekali madrasah dan pesantren modern yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas yang mempermudah proses pembelajaran sehari-hari siswa dan siswinya. Hampir semua madrasah dan pesantren di kota besar telah dilengkapi dengan teknologi canggih, akses internet yang cepat dan tanpa batas, serta sumber daya digital yang melimpah. Sebaliknya, coba kita perhatikan lembaga pendidikan islam di daerah terpencil. Jangankan fasilitas, lembaga pendidikan Islam di daerah terpencil seringkali masih berjuang dengan infrastruktur dasar, apalagi teknologi digital.

Menurut saya, masalah kesenjangan ini sangat berpengaruh dalam menciptakan pendidikan islam yang baik dan sesuai tanpa adanya ketertinggalan. Kesenjangan yang terjadi ini berdampak cukup serius terhadap kualitas dan relevansi pendidikan yang diterima oleh siswa. Siswa di daerah perkotaan memiliki keunggulan dalam mengakses informasi terkini, berinteraksi dengan sumber belajar digital, dan mengembangkan keterampilan teknologi yang sangat diperlukan di era modern. Sementara itu, rekan-rekan mereka di daerah terpencil berisiko tertinggal, tidak hanya dalam hal pengetahuan agama yang up-to-date, tetapi juga dalam keterampilan digital yang semakin penting di pasar kerja global.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur digital di daerah terpencil termasuk dalam penyediaan akses internet tanpa batas yang stabil dan tentunya terjangkau, distribusi perangkat keras untuk pembelajaran seperti komputer, dan pengembangan konten digital seputar pembelajaran agama islam yang relevan dengan konteks lokal sehingga siswa dapat mengakses pembelajaran dengan mudah kapan saja dan dimana saja.

Pemerintah, melalui Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlu berkolaborasi dengan pihak swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk merancang program-program inovatif yang dapat menjembatani kesenjangan digital ini. Sebagai contoh langkah awal adalah dengan membuat program "sekolah digital percontohan" di setiap kabupaten, di mana satu lembaga pendidikan Islam dipilih untuk dimodernisasi secara menyeluruh dan kemudian bertindak sebagai hub pelatihan dan sumber daya bagi lembaga lain di sekitarnya.

Tentunya selain pemerintah, tenaga pendidik juga harus turut berupaya dalam menangani masalah ini. Bahkan jika infrastruktur digital tersedia, tanpa guru yang kompeten dan percaya diri dalam menggunakan teknologi, potensinya tidak akan terealisasi sepenuhnya. Pelatihan guru merupakan kunci keberhasilan dalam proses digitalisasi pendidikan Islam. Guru yang kompeten dalam teknologi pembelajaran tidak hanya mampu mengoperasikan perangkat, tetapi juga mampu merancang pembelajaran yang inovatif dan menarik. Sayangnya, banyak guru, terutama yang bertugas di daerah terpencil, belum memiliki kesempatan untuk mengikuti
pelatihan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran, jarak tempuh yang jauh, dan kurangnya fasilitas pelatihan yang memadai. 

Banyak guru di lembaga pendidikan Islam, terutama yang lebih senior, mungkin merasa kewalahan dengan cepatnya perkembangan teknologi. Mereka mungkin terbiasa dengan metode pengajaran tradisional dan merasa tidak nyaman atau bahkan resisten terhadap integrasi teknologi dalam kelas mereka. Namun, di era di mana siswa semakin akrab dengan teknologi digital, guru perlu beradaptasi untuk tetap relevan dan efektif. Pelatihan yang dibutuhkan harus komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini bukan hanya tentang mengajarkan keterampilan teknis dasar, tetapi juga tentang mengubah pola pikir dan pendekatan pedagogis. Guru perlu dilatih tidak hanya dalam penggunaan alat digital tertentu, tetapi juga dalam merancang pengalaman belajar yang bermakna yang mengintegrasikan teknologi secara efektif. Program pelatihan guru harus mencakup beberapa aspek seperti literasi digital dasar dimana pelatihan ini harus memastikan semua guru nyaman dengan penggunaan komputer, internet, dan aplikasi dasar. Pelatihan ini harus dirancang dengan mempertimbangkan konteks khusus pendidikan Islam. Misalnya, bagaimana teknologi dapat digunakan untuk memperkaya pengajaran Al- Qur'an, Hadits, dan Fiqh, atau bagaimana platform digital dapat memfasilitasi diskusi etika Islam dalam konteks modern.

Tantangan digitalisasi dalam pendidikan Islam di Indonesia bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan dalam semalam. Ini memerlukan upaya jangka panjang dan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan -- pemerintah, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Namun, jika ditangani dengan benar, digitalisasi dapat menjadi katalis untuk transformasi positif dalam pendidikan Islam. Ini dapat membuka pintu bagi aksesyang lebih luas terhadap pengetahuan Islam yang berkualitas, memfasilitasi dialog antar-budaya dan antar-agama yang lebih kaya, dan mempersiapkan generasi Muslim Indonesia untuk berperan aktif dan positif dalam masyarakat global yang semakin terkoneksi secara digital. Kunci keberhasilannya terletak pada pendekatan yang seimbang -- menghargai tradisi sambil merangkul inovasi, mempertahankan nilai-nilai inti Islam sambil mengadopsi alat modern untuk menyampaikannya. Dengan visi yang jelas, investasi yang tepat, dan komitmen untuk perubahan, pendidikan Islam di Indonesia dapat menjadi model integrasi yang sukses antara nilai-nilai tradisional dan teknologi modern, memberdayakan generasi muda Muslim untuk menjadi agen perubahan positif di era digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline