Lihat ke Halaman Asli

Najwa ZaskiaAmelia

Mahasiswa Universitas Airlangga

Film "Soera Ing Baja" Sebagai Praktek Aktivisme Budaya dan Representasi Kota Berdasarkan Prespektif Kajian Budaya

Diperbarui: 1 Juni 2024   21:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret by Najwa Zaskia

      Film "Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi ’45" resmi dirilis oleh Pemerintah Kota Surabaya, dengan pemutaran perdana di Studio XXI Tunjungan Plaza 1 Surabaya pada tanggal 2 Maret. Film ini disutradarai oleh Faizal Anwar dan Achmad Zaki Yamani. Soera Ing Baja adalah gambaran peristiwa yang terjadi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia di Surabaya hingga terjadinya palagan nasional pertempuran Surabaya. Hingga pemerintah pusat menetapkan 10 November menjadi hari Pahlawan dan membangun tugu pahlawan untuk mengenang peristiwa besar itu yang menjadi moment penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Gagasan untuk menyelenggarakan pameran dan diskusi yang menyertai peluncuran film "Soera Ing Baja" berawal dari keinginan DKKOP untuk memperkuat ekosistem perfilman di Surabaya dan mempromosikan sejarah lokal kepada masyarakat. DKKOP telah berkolaborasi dalam berbagai proyek film sepanjang tahun 2022, termasuk film "Koesno: Jati Diri Soekarno," dan telah menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan komunitas-komunitas film di Surabaya. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan Festival Film Pendek Kota Surabaya. Pameran foto dan diskusi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam makna sejarah yang diangkat dalam film dan memperkuat narasi nasionalisme di kalangan warga Surabaya.

Salah satu narasumber utama dalam diskusi adalah Achmad Zaki Yamani, seorang reenactor dari Komunitas Begandring Soerabaia dan asisten sutradara film. Selain itu, sejumlah akademisi dari Universitas Airlangga dan Universitas Negeri Surabaya juga berpartisipasi sebagai narasumber, memberikan perspektif historis dan akademis terkait peristiwa yang diangkat dalam film.

Film ini dibuat  untuk memberikan edukasi sejarah kepada masyarakat luas dan memperkuat rasa kebanggaan terhadap perjuangan para pahlawan Surabaya. Sejumlah fakta-fakta penting yang jarang diketahui publik, dikemukakan secara runtut lengkap arsip pendukung yang otentik. Dengan menampilkan film dokumenter dan berbagai arsip sejarah, pameran ini berusaha menghidupkan kembali semangat perjuangan 10 November 1945 dan menunjukkan pentingnya peristiwa tersebut dalam konteks sejarah nasional.

Pameran dan film "Soera Ing Baja" melibatkan berbagai pihak, termasuk komunitas reenactor seperti Begandring Soerabaia, Surabaya Combine Reenactor, Bangilers Reenactor, Modjokerto Reenactor, Djombangsche Reenactor, Bali Reenactor, Green Ranger, DRcreations Indonesia, dan Death Rail Hunter. Selain itu, sejumlah mahasiswa dan akademisi dari Universitas Airlangga dan Universitas Negeri Surabaya juga terlibat dalam proses produksi dan penyelenggaraan pameran ini.

Partisipasi dan kolaborasi dalam event ini didorong oleh kesadaran kolektif untuk melestarikan dan mempromosikan sejarah perjuangan kemerdekaan. Para reenactor, yang biasanya berprofesi sebagai jurnalis, pengajar, pelajar, anggota TNI, buruh pabrik, dan PNS, bergabung dalam proyek ini dengan semangat yang sama: untuk menjiwai dan menghidupkan kembali momen-momen bersejarah tersebut. Universitas dan komunitas lokal juga berperan penting dalam memberikan perspektif akademis dan historis yang mendalam.

Dalam pameran ini, media yang dipamerkan meliputi film dokumenter, foto-foto arsip, dokumen resmi, serta artefak sejarah seperti kostum dan properti yang digunakan dalam reenactment. Arsip pemberitaan Resolusi Jihad di surat kabar, laporan kematian Brigadier Mallaby, dan dokumen asli pidato Presiden Soekarno saat peresmian Tugu Pahlawan juga turut dipamerkan.

Pameran ini memadukan elemen tradisional dan modern. Elemen tradisional terlihat dari penggunaan kostum, properti, dan reenactment yang menggambarkan suasana tahun 1945. Sementara itu, elemen modern ditampilkan melalui media presentasi seperti film dokumenter dan foto-foto digital yang diproyeksikan dengan teknologi canggih. Para pengunjung pameran sangat dibuat kagum dengan film yang diputar hingga pakaian yang dipakai beberapa pemeran film yang hadir di sini. Terlihat beberapa pengunjung juga mengabadikan foto bersama dengan pemeran film yang hadir di sini. Tidak hanya film, lukisan, benda peninggalan yang terjaga dengan baik dan dipamerkan dalam ruangan itu pun sangat menarik perhatian pengunjung yang melihat.

Potret by Najwa Zaskia

Pemilihan koleksi foto dan film dokumenter dalam pameran ini menunjukkan sudut pandang yang menekankan keberanian dan perjuangan rakyat Surabaya. Framing yang digunakan secara implisit menyoroti peran penting masyarakat lokal dalam peristiwa sejarah tersebut dan menggambarkan semangat kolektif dalam mempertahankan kemerdekaan.

Pesan utama dari pameran foto dan film dokumenter ini adalah pentingnya mengenang dan menghargai perjuangan para pahlawan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Pameran ini juga bertujuan untuk menginspirasi generasi muda agar menghargai sejarah dan melanjutkan semangat perjuangan dalam menghadapi tantangan masa kini.

Dengan demikian, "Soera Ing Baja" tidak hanya menjadi karya film yang menggugah, tetapi juga menjadi alat edukasi sejarah yang efektif bagi masyarakat Surabaya dan Indonesia. Film ini, bersama dengan pameran dan diskusi yang menyertainya, menjadi bukti bahwa semangat perjuangan 10 November 1945 masih relevan dan penting untuk terus dikenang dan dipelajari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline