Lihat ke Halaman Asli

Najmi Nahdin Afkari

Seorang Mahasiswa yang berkuliah yang suka berangan-angan

Antara Rokok, Kopi dan Uang

Diperbarui: 6 Juli 2022   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Uang yang sangat membagongkan. Bisa dikatakan seperti itu. Jadi begini, suatu ketika di malam hari disebuah desa yang jauh dari kota kecamatan. Seseorang hendak pergi untuk mencari angin, jalan-jalan. Seketika terlintas untuk membeli sesuatu. 

Namun teringat bahwa saat itu masih hujan rintik-rintik. Dengan begitu, niat untuk pergi diurungkan. Selang beberapa saat setelah waktu Isya hujan pun reda, dan langsung saja tanjap gas untuk jalan-jalan ke kota kecamatan. 

Disamping jalan terlihat sebuah toko kelontong, yang tidak terlalu besar, persis di samping SPBU. Tanpa pikir panjang, langsung saja ke toko tersebut setelah mengisi bensin, tentunya.

Saat tiba di toko, dengan uangg 50k yang masih baru, dikarenakan uang yang baru dicetak oleh Bank. Hehehehe. Ia pun membeli rokok dan kopi dengan kembalian 20k. Namun tanpa sadar, tidak mengetahui bahwa uang tersebut telah lusuh, bahkan bolong. Saat sampai dirumah baru menyadari bahwa uang tersebut bisa dikatakan tidak laku untuk pasar. Seketika keinginan untuk ke toko tersebut untuk menukar uang tersebut diurungkan, dikarenakan hari sudah malam.

Dengan dibelinya kopi dan rokok tadi dipadukanlah dua hal tersebut di teras rumah. Kopi sudah dibuat dan rokok pun dihisap sedikit demi sedikit. Ia pun mulai mencoba menerawang lebih jauh lagi tentang hal ini.

Lima hari berlalu, berniat membeli hal serupa. Dengan uang kembalian yang masih disimpan pada saat itu. 

Tetapi di saat membayarnya sang penjual tidak mau menerima "nggak bisa, soalnya uang itu susah untuk ditukarkan kembali," ucap sang penjual dengan gaya sok elite. "tapi bu, saya dapet kembalian dari sini," ucapnya. "tetap gak bisa", penjual dengan lagaknya yang wah, malah melayani seorang pembeli yang baru saja tiba, dengan senyum yang dipaksakan. 

Dan si penjual pun berkata "ambil dulu aja barangnya, dan ganti uangnya, nanti kesini lagi". Dan seketika Ia pun tertegun, dikarenakan perjalanan ke toko tersebut yang tidak terlalu dekat. Namun tanpa pikir panjang, Ia pun mengambil uangnya, bukan barangnya. Dikarenakan si ibu pemilik warung menolak, ya sudah mau gimana lagi.

Di tengah peerjalanan pulang ia pun hanya memikirkan uang tersebut. Bukan hanya seberapa besar uang tersebut, Cuma 20k kok, tapi bagi orang-orang 20k itu uang yang lumayan. Bisa untuk membeli martabak terang bulan satu. Dalam benaknya juga memikirkan mengapa masih diedarkan uang tersebut dan yang menjadi korban ialah saya. iya, saya sendiri. Korban dari uang yang berguna dipasarkan.   

Entah siapa yang salah, saya yang tak melihat keadaan uang tersebut atau si Penjual yang memang sengaja memberikan uang tersebut. Sebagai pembeli tentunya lebih teliti lagi dengan dengan uang kembalian dengan memastikan uang tersebut masih layak atau tidak.

Hal ini tentunya menjadi perhatian besar oleh Bank Indonesia, attau bahkan para penjual. Dan menjadi sebuah masalah, uang yang seharusnya menguntungkan ini malah merugikan salah satu pihak. Duh, harus ngadu kepada siapa? Kan hanya uang 20k kok. Ikhlaskan saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline