Manusia sebagai makhluk sosial dalam kesehariannya tak lepas dari peran komunikasi. Asumsi dasar dari komunikasi ialah komunikasi berhubungan dengan bentuk perilaku manusia untuk memenuhi keinginan berinteraksi dengan orang lain.
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja, misalnya dalam aktivitas sehari-hari sering kita dengar percakapan suami kepada istri. Atau antara bapak dengan ibu meminta bantuan. "Mah, minta tolong siapin baju batik, hari ini ada rapat kelulusan dengan wali murid di sekolah".
Mungkin teman di tempat kerja yang satu profesi. "Udah kangen aspal belum? Minggu depan ngetrip tipis-tipis okelah".
Atau bahkan di pusat perbelanjaan dan juga hangout place sekalipun. "Permisi pak, numpang tanya? Atm yang deket-deket sini dimana ya?".
Begitulah kiranya, interaksi sosial yang muncul dari potensi dalam diri masing-masing.
Sering kita rasakan saat bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Baik dari ragam profesi, suku, agama, ras dan budaya.
Keberagaaman dalam background personal saat melakukan komunikasi itulah dimaknai sebagai sebuah komunikasi multikultural.
Dalam sebuah ilmu budaya, komunikasi antar budaya lahir sebagai suatu usaha untuk menciptakan komunikasi yang efektif diantara orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda sehingga tercipta saling pengertian.
Transformasi teknologi di bidang komunikasi semakin menunjang masyarakat dalam berkomunikasi. Tak dipungkiri lagi keberadaan teknologi telah menghapus ruang, jarak dan waktu.
Tak perlu bertele-tele antre di depan wartel untuk menghubungi pakdhe di kampung. Atau janjian agar bisa ngobrol dengan anak yang sedang merantau studi di kota besar menanyakan kabar dan kondisi keuangan.
Cukup satu langkah dalam genggaman yakni smartphone. Kebutuhan berkomunikasi tuntas terselesaikan.