Iwak peyek iwak peyek nasi jagung, sampe tuwek sampe tuwek trio macan tetap disanjung.
Tentu tidak asing dengan lagu iwak peyek yang viral beberapa tahun belakangan. Lirik yang mudah dipahami membuat masyarakat gampang untuk menyanyikan. Selain lagu nya yang unik . Ada kata nasi jagung yang mengingatkan penulis pada memori masa lalu.
Jika dalam artikel sebelumnya, pernah dibahas oleh penulis tentang jagung saat panen. Dalam kesempatan ini akan menceritakan olahan jagung yaitu nasi jagung.
Jika berbicara nasi jagung, yang ada dibenak sebagian orang adalah makanan untuk penyandang diabetes. Karena memiliki kandungan low sugar (rendah gula). Ya, memang benar. Sebagian orang mempercayai jika terkena diabetes harus berhati-hati dalam mengatur pola makan. Jika salah makan, bisa-bisa jadi fatal. Lebih-lebih akan terkena komplikasi.
Bagi sebagian penyandang diabetes ketergantungan mengkonsumsi nasi sulit untuk dihindari. Jika diterus-teruskan penyakit makin parah. Tubuh akan digerogoti dan berubah menjadi kurus tidak sehat. Sebagai makanan pengganti nasi alternatifnya adalah mengkonsumsi nasi jagung. Kandungan nasi jagung juga sangat kaya akan manfaat.
Yang jelas kandungan karbohidratnya sangat baik. Ditambah lagi kandungan gula nya juga rendah. Tak heran jika rasanya begitu hambar. Dan menjadi pilihan penyandang diabetes.
Mungkin generasi milenial ada yang belum tahu, seperti apa nasi jagung tersebut? Tidak perlu googling, karna akan dicantumkan dokumentasi pendukung dalam tulisan ini.
Keberadaan nasi jagung
Nasi jagung memang bukan makanan pokok. Keberadaanya memang selalu diduakan. Kalah bersaing dengan nasi (beras). Yang menjadi primadona masyarakat. Mungkin saat ini, jarang sekali mengkonsumsinya. Apalagi masayarakat diperkotaan. Mungkin dipastikan tidak pernah. Begitu halnya masayarakat pedesaan, mungkin hanya didaerah tertentu saja yang mengkonsumsinya. Atau bahkan di daerah Gunung Kidul, Jogjakarta saja.
Nasi jagung saat ini keberadaannya sangat tidak diperhitungkan. Namun, 20 tahun silam ada sebuah kisah yang dialami penulis akan hal ini. Kisah sedih atau bahagia kah? Bisa dibilang sebuah kisah sedih.
Ingatan itu sangat kuat membekas di memori penulis. Ketika masih duduk dibangku Taman Kanak-Kanak (TK). Penulis merasakan zaman paceklik pangan. Kala itu memang pertanian belum maju. Alat-alat pertanian masih tradisional. Tumpuan tenaga masih menggunakan tenaga manusia dan hewan. Bukan bertumpu pada mesin.
Untuk mengolah sawah menggunakan kerbau. Atau masyarakat kami menyebutnya dengan ngluku. Namun hal itu sekarang sudah tidak ada. Karena sudah digantikan dengan traktor. Bahkan ketika sudah diluku (diratakan tanahnya oleh kerbau) masih diratakan dengan cangkul. Agar tanah bisa rata saat dialiri air. Jika tidak rata, rumput sawah yang hidup disekitar tanaman padi akan sulit dicabuti.