Lihat ke Halaman Asli

Najmie Zulfikar

Putra : Hamas-ruchan

Panen Raya Jagung, Regulasi Distribusi Perlu Direvitalisasi

Diperbarui: 21 Februari 2019   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasidi, petani jagung Desa Tegowanu Wetan, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah (Jateng) beristirahat usai memanen jagung, Minggu (14/10/2018). Ia mengaku puas dengan hasil panen jagung pada musim kemarau 2018 yang harga jualnya menguntungkan.(Dok. Humas Kementerian Pertanian RI)

Akhir bulan Januari menandai awal panen raya tanaman jagung dengan musim tanam waktu kemarau. Petani di desa Putatnganten, Kecamatan Karangrayung -- Grobogan disibukkan dengan aktivitas memanen jagung yang melimpah. 

Bahkan untuk memanennya tidak cukup hanya dengan empat orang saja. Hal ini karena hamparan lahan yang sangat luas dan hasil jagung yang bebas dari gangguan hama. Sehingga hasil yang diperoleh begitu melimpah. Meskipun ada beberapa jagung yang tetap terkena serangan hama.

Dalam satu lahan yang dimiliki oleh petani sekitar satu hektar. Bahkan dalam satu musim petani mampu menggarap lahan 3-4 hektar. Lahan ini dahulunya merupakan perluasan lahan kering yang kemudian digunakan untuk tanaman jagung di lahan hutan dengan metode tumpang sari. Status kepemilikan lahan menggunakan sistim sewa lahan dari pihak Perhutani.

Dengan adanya kondisi seperti ini sangat menguntungkan kedua belah pihak baik itu pihak pertama maupun kedua. Mengapa hal tersebut saling menguntungkan? Pertama, pihak Perhutani merasa terbantu dengan adanya petani yang menggarap lahan dan menekan angka illegal loging dari pembalakan liar. 

Fungsi pengawasan dan manajemen tata kelola pohon baik yang sudah ada maupun dalam masa reboisasi (penghijauan) menjadi lebih mudah diawasi dan terpantau. Kedua, petani dapat memperluas ekpansi hasil pertanian dan menambah indek pendapatan serta memperkuat ketahanan pangan di pedesaan.

Hamparan lahan yang terjal dan berkelok-kelok mengharuskan petani memanen jagung dengan cara yang sangat konvensional, meskipun ditengah-tengah moderenisasi alat pertanian yang  sudah diimplementasikan dibeberapa daerah. 

Seperti halnya di Kecamatan Modo, Lamongan sebagai salah satu sentra penghasil jagung di Jawa Timur, atas instruksi menteri pertanian dalam mendukung keberpihakan pemerintah kepada petani telah disepakati pula bantuan alat pertanian modern yang telah dibagikan berupa 5 unit alat panen, 10 traktor roda empat dan 20 drayer (mesin penggiling) untuk mendukung kemudahan pertanian.

Memberdayakan Tetangga

Kondisi medan yang tidak memungkinkan untuk dicapai mesin pemanen jagung, membawa berkah tersendiri untuk para tetangga. Disaat musim panen seperti ini, para tetangga diberdayakan sebagai tenaga kerja untuk membantu memanen jagung. Upah yang diberikan lumayan cukup sebagai pengisi kekosongan waktu jika tidak ada kegiatan yaitu sebesar Rp. 40.000.

Walaupun hal itu tidak sebanding dengan perjuangan serta kondisi riil yang dihadapi di lapangan. Begitulah cara masyarakat dalam  berbagi dan menjaga marwah sebagai makhluk sosial.

Kebijakan dari Kementan dalam menetapkan besaran pokok harga jagung di petani minimal Rp 3.150 per kg pada awal pemerintahan memberikan suntikan semangat yang sangat berarti. Guna menaikan produktivitas jagung terhadap petani. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline