Pada 11 desember tahun 2019 lalu keluarlah sebuah terobosan sistem pembelajaran yang membuat geger dunia pendidikan. Terobosan ini dinamakan merdeka belajar.
Merdeka berarti berdiri sendiri, tidak terikat oleh suatu hal, dan bebas dari tuntutan. Sedangkan belajar menurut saya merupakan sebuah proses untuk mencapai progress yang lebih kompleks melalui pengalaman yang telah didapatkan.
Kemendikbud merancang program ini sebagai harapan dapat memberikan pada setiap siswa kesempatan belajar yang lebih nyaman, tenang, serta menyesuaikan dengan polanya masing-masing dengan tanpa terikat pada tuntutan tertentu. Sehingga siswa diharapkan dapat lebih memperhatikan passion, bakat, serta minat yang mereka miliki dan dapat membangun suasana belajar individual mereka agar lebih kondusif.
Namun pertanyaannya adalah, “Apakah dengan sistem ini dapat mendobrak tantangan dan hambatan pembelajaran yang ada?” juga pertanyaan “Bagaimana caranya agar sistem ini dapat berjalan sesuai apa yang diharapkan? ”
Baik, mari kita cari tahu terlebih dahulu tentang hambatannya.
1. Pemahaman akan maksud dan impelentasi yang masih kurang.
Banyak yang belum paham apa yang sebenarnya dimau dari sistem Merdeka Belajar ini. Karena disini perubahan yang dituntut sangat drastis, guru didesak untuk lebih open-minded dengan memperhatikan kemajuan teknologi.
Guru juga diminta dapat mengembangkan kemampuan dan keunggulan individual masing-masing siswa, padahal pada kenyataan yang sekarang ini banyak guru senior -yang sudah mengajar puluhan tahun- yang tidak mau mengubah cara mengajarnya.
Misalnya saja guru matematika saya sewaktu SMA, yang setiap ulangan harus memakai cara sama persis dengan yang beliau kerjakan. Jika beliau menemukan murid memakai cara lain akan langsung dikurang poinnya, tidak peduli hasil jawaban benar atau salah.
Masalahnya, guru senior di indonesia yang seperti ini jumlahnya tidak sedikit, dan membutuhkan banyak effort jika harus dipahamkan satu-satu, seperti guru matematika saya tadi yang berulang lagi dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk mendapatkan evaluasi.
Kalaupun guru mau mengubah sikapnya setelah evaluasi, ada yang justru menjadi tidak ikhlas dalam mengajar, guru akan menolak untuk diskusi, juga menolak menukar ide dan opini, hanya akan asal meng-iyakan saja, padahal ini tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak dapat membuat siswa maju.