Lihat ke Halaman Asli

Najma Fatiha Rahma

Mahasiswa 23107030029 UIN Sunan Kalijaga

Dua Kali Menjadi Astrada, Ini Pelajaran yang Kudapat

Diperbarui: 4 Juni 2024   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada November 2023 lalu, melalui program yang dibuat oleh UKM Jamaah Cinema Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, aku mendapatkan kesempatan untuk berlatih menjadi crew pada produksi film pendek. Kesempatan pertama itu ku gunakan untuk mencoba dan berlatih menjadi asisten sutradara. Dengan crew sejumlah 28 orang, kami memproduksi film kami selama 2 hari 1 malam. 

Kemudian, berangkat dari pengalaman pertama tadi, pada Mei 2024 kemarin aku kembali berkesempatan untuk belajar lagi menjadi asisten sutradara, dengan crew yang lebih sedikit, yaitu 9 orang. Perbedaan jumlahnya sangat jauh bukan? Keterbatasan ini membuat kami harus rangkap memegang dua hingga tiga tugas dalam produksi tersebut.

Pengalaman 2 kali menjadi asisten sutradara (atau kerap disingkat menjadi astrada) di dua kelompok yang berbeda jumlah, berbeda motivasi, berbeda pengalaman, dan berbeda tujuan, tentu saja memiliki dinamika yang berbeda pula. Dari perbedaan tersebut, dari pengalaman kecil tersebut, ada banyak sekali pelajaran yang aku dapatkan. Di laman ini, aku ingin membagikan pelajaran-pelajaran itu dengan teman-teman kompasianer.

Dinamika kelompok yang berbeda pastinya membutuhkan penyesuaian yang berbeda. Tak harus berbeda jumlah, setiap kelompok bahkan dengan jumlah yang sama namun dengan anggota crew yang berbeda pasti akan berbeda pula cara berkomunikasinya. 

Pada kelompok pertama, mayoritas anggotanya adalah laki-laki dengan jumlah 20 orang dan Perempuan berjumlah 8. Aku sebenarnya adalah orang yang cukup kaku dan canggung ketika harus berhadapan dengan laki-laki, terlebih pada saat sma aku menjalaninya di pesantren, yang interaksi dengan lawan jenisnya sangat dibatasi.

Tantangan ini sangat terasa, sebagai asisten sutradara yang mengharuskan untuk bersikap tegas, namun crewnya mayoritas belum dikenal, dan merupakan hal yang tidak biasa bagiku.

Pada pengalaman pertama ini, aku lebih banyak mempelajari karakter dari anggota crew, menghabiskan setengah waktu produksi untuk menyesuaikan diri, berkenalan, berani menegur, dan hal itu sangat menguras energi. 

Berbeda dengan pengalaman kedua, anggotanya lebih sedikit, tujuan yang ingin kita raih juga tidak sebesar pada pengalaman pertama. Jika pada pengalaman pertama yang dikejar adalah kualitas dalam waktu yang singkat, pada pengalaman kedua kami lebih memprioritaskan untuk selesai sebelum tenggat waktu yang diberikan, dengan skill seadanya yang kami miliki.

Perbedaan itu menghasilkan sikap yang berbeda. Pada pengalaman pertama aku mengamati bahwa anggota crew adalah orang-orang yang tidak terlalu senang jika ditegur dengan menggunakan nada maupun volume yang tinggi. Sehingga pada pengalaman pertama, aku mencoba untuk tetap tegas namun lebih santai, karena suasana hati crew sangat penting untuk dijaga ketika produksi sedang berlangsung. 

Sedangkan pada pengalaman produksi yang kedua, karena latar yang kami gunakanan kebanyakan adalah fasilitas umum, dengan anggota yang lebih sedikit sehingga setiap ingin bersikap tegas masalah waktu, aku lebih banyak bersabar karena menyadari kurangnya sumber daya manusia yang ada.

Dan di situlah tantangan sebenarnya, terkadang aku masih kesulitan untuk dapat bersikap tegas karena terlalu memikirkan hubungan baik dengan anggota crew. Hal itu sebenarnya tidaklah salah, namun jika terlalu memikirkan hubungan antarpersonal, mengesampingkan tujuan bersama yang memang mengharuskan untuk bersikap tegas, jika tujuan tidak tercapai justru situasi akan semakin sulit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline