Kebahagiaan bisa dirasakan seseorang setelah lulus dari sekolah menengah atas ataupun lulus dari perguruan tinggi. Kebahagiaan tersebut hanya bersifat sementara saja, karena setelah itu kita harus mempertanggung jawabkan ilmu yang telah kita dapat di sekolah atau di perguruan tinggi. Oleh karena itu pekerjaan lah yang menjadi tujuan selanjutnya untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah kita dapatkan. Akan tetapi untuk saat ini, cari pekerjaan tidaklah mudah membalikan telapak tangan. Terlebih lagi mencari pekerjaan di Indonesia. Meskipun Indonesia adalah negara yang kaya akan kekayaan alamnya,kaya akan SDM akan tetapi masalah lapangan kerja di Indonesia masih sangatlah miskin atau pun masih sangat kekurangan. Terbukti di Indonesia masih banyak penduduk menganggur. Kurangnya lapangan pekerjaan menjadi alasan masih tinggi angka kemiskinan di Indonesia.
Karena itulah kita harus bisa mencari peluang atau kesempatan untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Apalagi bagi para lulusan sarjana muda. Kebanyakan para sarjana di Indonesia menganggur bukan karena mereka tidak mampu untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi mereka lebih pilih-pilih dalam melamar dan menerima pekerjaan. Untuk kondisi di Indonesia saat ini apakah prinsip tersebut masih tetap harus dipertahankan, ataukah akan memilih pekerjaan dan berani memulai karir dari bawah. Jika banyak pekerjaan layak yang mudah kita dapatkan maka tidak akan ada pengemis atau peminta-minta di pinggir jalan raya. Maka daripada itu kita harus bisa jeli atau pandai mencari peluang lowongan pekerjaan agar tidak menambah angka pengangguran di Indonesia. Tidak ada pekerjaan yang mudah atau yang sesuai dengan apa yang kita inginkan, semua butuh usaha dan tidak lepas dari resiko yang bakal kita tanggung. Salah satu pekerjaan yang banyak resiko adalah berprofesi sebagai customer service atau call center.
Saya bekerja sebagai customer service/call center di salah satu perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia. Ada rasa kebanggaan tersendiri saya bekerja sebagai customer service/call center, selain bisa membantu apa yang dibutuhkan pelanggan atau penumpang kita bisa lebih baik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa-bahasa pelayanan. Meskipun kita tidak bisa bertatap muka langsung dengan pelanggan atau penumpang tetap saja ada rasa kebanggaan tersendiri bagi saya bisa melayani,memberikan informasi yang dibutuhkan pelanggan/penumpang sekalipun terkadang ada informasi yang tidak dapat saya berikan kepada penumpang karena tidak semua informasi bisa kami dapatkan sebagai customer service. Untuk itu kita dituntut bisa mendapatkan jawaban sendiri atau solusi yang sekiranya masuk akal dan bisa diterima oleh pelanggan. Ada rasa kebanggaan, ada pula resiko yang terkadang sering saya dapatkan selama kerja sebagai customer service/call center. Meskipun kita sebagai pelayan sering membantu memesankan tiket penerbangan, atau sekedar memberikan informasi yang dibutuhkan para pelanggan atau penumpang tak lantas kita dihargai. Banyak dan sering saya ataupun teman -teman seprofesi mendapatkan omelan,caci makian dengan kata-kata kasar bahkan sampai nama hewan di kebun binatang pun bisa keluar dan tertuju kepada kami. Sekalipun itu bukan kesalahan mutlak dari kami, tapi kami tak lepas dari pelampiasan kemarahan penumpang. Misal saja apabila terjadi delay penerbangan terlalu lama, terjadi perubahan tanggal atau perubahan jam penerbangan yang dilakukan oleh maskapi penerbangan tanpa memberikan alasan yang jelas kepada penumpang sehingga para pelanggan/penumpang selalu melampiaskan kemarahan kepada customer service/call center. Para penumpang selalu menghubungi ke customer service karena mereka menganggap kami mengetahui semua informasi yang menyebabkan penerbangan mereka ditunda atau berubah penerbangannya. Seharusnya jika terjadi delay bahkan perubahan tanggal, jam penerbangan sebenarnya sudah menjadi prioritas dari pihak bandara dan setidaknya mengetahui penyebab terjadinya delay atau perubahan penerbangan. Akan tetapi tidak demikian, meskipun kami bekerja di perusahaan maskapai yang sama tapi pihak dari bandara pun tidak mau bertanggung jawab atau menanggung kemarahan penumpang, justru dari pihak bandara sendiri selalu menyarankan kepada penumpang untuk menghubungi call center dengan alih-alih call center yang tahu semua informasi. Customer service/call center adalah tempat informasi, akan tetapi tidak semua informasi bisa kami dapatkan, hingga akhirnya kami pun harus mencari jawaban sendiri yang bisa diterima oleh penumpang. Apa boleh buat, mau tidak mau, senang tidak senang, kami harus menerima caci makian dan tempat pelampiasan penumpang, dan kami dituntut atau diharuskan tidak memarahi kepada penumpang karena sebenarnya mereka marah atau kesal dengan maskapai kita bukan kepada call center langsung. Tapi terkadang kami juga kesal dan ingin rasanya memarahi balik penumpang apalagi itu kesalahan bukan kami yang melakukan. Tapi kami juga sadar dan paham kenapa para pelanggan/penumpang marah karena mereka merasa dirugikan karena terjadi delay. Kami sebagi customer service mencoba memahami dan mengerti apa yang dialami dan diinginkan penumpang sekaligus memberikan pengertian kepada pelanggan. Tak cukup mendapatkan kemarahan dari penumpang, kami pun terkadang juga sering dicaci maki dari pihak travel agent yang bekerja sama dengan maskapai tempat dimana kami bekerja saat ini. Tidak jauh dari penumpang, pihak travel agent pun kadang juga kesal apabila ada delay atau perubahan penerbangan. Bisa jadi mereka sebelumnya juga dimarahi dari penumpang sebelum menghubungi call center. Tapi tidak semua travel agent yang marah karena itu, terkadang pun atau bahkan acap kali sering melakukan kesalahan entah kesalahan dalam pembokingan tiket, salah tujuan, tanggal keberangkatan, atau salah dalam penulisan nama. Namanya juga travel agent, mereka tidak mau disalahkan oleh penumpang sehingga mereka melemparkan kesalahan kepada kami call center. Jika sudah demikian, kami call center lah yang harus menanggung kesalahan travel agent. Sehingga jika ada kesalahan entah dari kesalahan harga, penambahan biaya perubahan, kita yang harus menanggungnya karena perusahaan kami pun juga tak mau bertanggung jawab. Kami sesama customer service pun juga tidak mengetahui kenapa perusahaan dimana kami bekerja tak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang belum tentu kami yang lakukan, padahal kita selalu dituntut untuk loyal dan tanggung jawab penuh sama pekerjaan dan perusahaan. Lalu dimana letak tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya, apakah hanya sekedar memberikan gaji dan kompensasi untuk karyawan saja. Tapi apa daya, saya dan teman-teman seprofesi pun harus menjaga dan menjunjung tinggi etika profesionalisme kita sebagai customer service.
Jika kami boleh berpesan terutama kepada pelanggan yang selalu menghubungi customer service/call center, setidaknya cobalah bersikap baik juga tanpa harus marah dan emosi, kami dari customer service selalu menerima anda semua sebagai pelanggan dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya, setiap ada masalah yang bukan timbula dari kami pun bisa kami terima dan coba kami berikan solusi yang terbaik. Apakah dari itu semua kami masih harus menerima caci makian dari anda semua? Meskipun tak semua pelanggan yang marah,emosi, terkadang ada juga yang baik hati, masih mau berterima kasih kepada kami. Justru seperti itulah yang kami harapkan dengan usaha kami yang selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik buat pelanggan. Tapi apapun dan bagaimanapun kondisi pelanggan yang baik dan bahkan ada yang menyebalkan kami tetap melayani dengan sepenuh hati dan yang tak kalah penting kami pun tetap bangga bisa menjadi customer service yang selalu membantu pelanggan dan menerima caci makian pelanggan. Karena memang itulah pekerjaanku, pekerjaanku tempat caci makian pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H