Lihat ke Halaman Asli

Naja Ashila F.

Undergraduate Student

Menapaki Kontroversi dan Tantangan Self Declare Produk Halal di Dunia UMKM

Diperbarui: 24 Maret 2024   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sertifikasi halal merupakan verifikasi kehalalan suatu produk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan mengeluarkan sertifikat halal berdasarkan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Mendapatkan sertifikasi halal tersebut tentunya bukan hal yang mudah bagi pelaku UMKM. Hal ini menyangkut serangkaian persyaratan yang dianggap sulit bagi para pelaku UMKM. 

Fenomena tersebut tentunya menuai perhatian bagi BPJPH. Pasalnya, pernyataan kehalalan tidak hanya sebagai keyakinan konsumen, tetapi sebagai bentuk perlindungan keimanan umat Islam dalam mengkonsumsi makanan. Menanggapi fenomena tersebut, BPJPH menyatakan ketetapan self declare produk halal dapat diimplementasikan pada Oktober 2021. Sertifikasi halal self declare dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku UMK. 

Ketetapan BPJPH terkait sertifikasi halal self declare merupakan bentuk kemudahan bagi pelaku UMKM dalam menyatakan kehalalan produk yang dijualnya. Selain itu, metode self declare dapat menjadi upaya strategis bagi pemerintah untuk memberdayakan UMK agar produknya memiliki standar halal sebagai nilai tambah, sehingga produknya mampu bersaing baik di pasar domestik maupun global. Selain itu, Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa keberadaan mekanisme sertifikasi halal Self Declare bagi produk usaha mikro kecil (UMK) sama sekali tidak mengurangi kualitas sertifikat halal.

Namun, sertifikasi halal self declare ini menuai pro dan kontra bagi para konsumen dan pelaku UMKM. Menurut pelaku UMKM yang menyatakan kurang setuju dengan jalur self declare ini, prosedur dan persyaratan yang dilakukan tetap sulit dengan alur yang panjang untuk mendapatkan sertifikat halal. Pelaku usaha harus memenuhi syarat wajibnya, yaitu memiliki pendampingan oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang sudah terdaftar. Selain itu, dalam prosesnya, UMKM tersebut juga sudah harus memenuhi kriteria yang ada, seperti bahan-bahan yang digunakan jelas dan dapat dipastikan kehalalannya. 

Di samping itu, konsumen yang kurang setuju terhadap jalur self declare ini juga menyatakan adanya keraguan terhadap produk UMKM yang menyatakan kehalalannya melalui self declare. Keraguan ini disebabkan belum terjaminnya keamanan dan kebersihan proses produksi pada produk tersebut. Selain itu, konsumen juga menyatakan kekhawatirannya terhadap adanya penyalahgunaan label halal yang dapat merugikan konsumen. 

Adanya kontroversi terkait sertifikasi halal self declare menimbulkan tantangan baru bagi industri halal di Indonesia, termasuk keterbatasan pengetahuan dan keterampilan terkait proses self-declare serta standar kehalalan UMKM, serta perluasan kredibilitas dan kepercayaan konsumen terhadap produk mereka di tengah persaingan pasar yang semakin ketat. Dalam mengatasi tantangan-tantangan ini, dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan komunitas bisnis lokal sangat diperlukan. Hal ini dapat berupa pelatihan, pendampingan, serta akses yang lebih mudah terhadap informasi dan sumber daya bagi UMKM dalam mengimplementasikan self-declare produk halal dengan lebih efektif.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline