Lihat ke Halaman Asli

cermin

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Tubuh, pada akhirnya akan melepuh, renta. Dan muka pda akhirnya akan peot dan melempem. Sesekali kita bercermin, saat kita puas dengan bentuk tubuh dan wajah kita, membantinlah, inilah aku. Mungkin mengerikan jika kita membayangkan, ujaran itu kita pakai limapuluh tahun berikutnya. Atau, lebih menakutkan lagi saat ruh dan badan kita telah berpisah. Lalu ruh atau jiwa kita menatap tubuh yang dulunya dipuja dan dibanggakan bersatu dengan zat kita berasal. Tanah itu!

Ingatan dan pikiran siapa yang paling dongak terhadap pengandaian seperti ini?!

Akupun sesungguhnya ngeri! Ngeri terhadap bayangan keranda yang suatu ketika kan membawaku ke liang kuburan. Ngeri semua mata masih berhak berlagak di depan kamera Tuhan sebagai tokoh utama, sedangkah ruhku…tak ada satupun yang melihat.

Dan kematian adalah keniscayaan, apakah kau takut hidup sehingga kematian yang selalu kau singgung?

Bukan itu lantaran. Melainkan aku hanya ingin mengingat keterbatasan, bukankah itu tidak salah?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline