Lihat ke Halaman Asli

Rudal Asosiasi (Pendidikan Mematikan)

Diperbarui: 12 Mei 2017   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berangkat dari keprihatinan yang teramat, saat beberapa negara ‘Ksatria perang’ (negara yang mengakui : Amerika, Rusia, Britania Raya, Prancis, Tiongkok, Bosnia, Libya dan Korea Utara; Negara yang diduga memiliki nuklir : Israel; negara yang dicurigai memiliki program nuklir rahasia : Iran dan Arab Saudi) telah siaga menunggu antiklimaks untuk meluncurkan rudal kimia dan membombardir ‘target direction’ negara musuh tanpa lagi mendengar peraturan dunia atau bahkan keharusan mengindahkan tatakrama berperang. Masih tersisa sampai hari ini cerita mengerikan bom atom yang meluluhlantahkan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, bulan agustus 1945, sebagai tahap akhir perang dunia kedua yang menewaskan 129.000 orang. Lalu, kita akan mengatakan bahwa rudal kimia itu adalah agenda paling berbahaya sampai sekarang? Itu Benar adanya, it’s very extra dangerous. Tetapi mari kita cermati apakah ada sesuatu yang lebih berbahaya dari rudal atom? Saya katakan Ada dan itu yang disebut Mind Construction (Konstruksi berfikir) yang menjadi landasan setiap negara untuk memiliki keputusan menggunakan Rudal Kimia untuk menghabisi negara lawan. Bandingkan saja, jika efek bahaya rudal hanya terjadi pada satu kali, satu lokasi dan pada saat itu saja. Berbanding terbalik dengan Konstruksi berfikir yang bisa jadi permanen akan memiliki efek yang hampir tidak berbatas waktu, diwariskan, ditularkan antar generasi dan bisa menjadi intimidasi ‘balas dendam’ sepanjang masa.

Mind Construction (Konstruksi berfikir) adalah proses mengolah informasi (input) menjadi nilai nilai yang dapat mendorong tindakan-tindakan tertentu. Ada tiga tahapan dalam konstruksi pemikiran seseorang, pertama, Input/informasi yang didapat sebagai bahan untuk berfikir, Kedua,Perspektif yang mendorongnya untuk memberikan nilai pada informasi, dan yang ketiga,cara tindak sebagai pengejawantahan dari proses mengolah informasi yang telah dikemas melalui perspektif berfikir seseorang. Maka kita dapat menentukan dari mana sebuah kesalahan berfikir dan bertindak seseorang dimulai, bisa jadi,dari informasi yang tidak benar (hoax), perspektif dia memandang sebuah informasi atau bisa jadi, berasal dari kesalah bertindak ketika memberikan reaksi. Sebenarnya buah dari konstruksi berfikir dapat menciptakan kepribadian seseorang yang bijaksana, bahkan juga bisa sebaliknya seseorang akan berubah menjadi bengis lantaran ada kesalahan pada salah satu dari ketiga tahapan tersebut.

ASOSIASI adalah salah satu metode berfikir yang menyamakan atau mengidentikan sesuatu dengan yang lainnya sehingga mengumpulkannya pada penilaian yang sama. Seyogyanya, Asosiasi ini dapat membantu kita untuk berfikir positif tentang seseorang, selalu mengelompokan orang yang tidak berbuat onar dengan orang orang yang berpotensi memiliki produktifitas aktif berbuat amal baik secara sosial, walaupun tidak pasti, karena sebagian orang yang tidak berbuat onar juga bisa merupakan kelompok orang yang berniat jahat dengan cara yang ‘silent movement’. Akan tetapi pada gilirannya kita akan dihadapkan pada kecenderungan berfikir untuk menyamakan orang yang berpenampilan tertentu, phisicly, dengan kelompok kelompok ‘jahat’ dalam persepsi kita. Yang menjadi fokus kita sebagai kesalah berfikir adalah menempatkan Asosiasi sebagai Arbitrase memvonis orang lain dengan teori ‘pukul rata’ untuk mengeneralisir setiap kasus.

Mohon maaf, saya mencoba mengamati beberapa kasus yang viral akhir-akhir ini dan menjadi sorotan semua orang hingga mendapat perhatian dunia. Pilkada DKI yang telah melahirkan dua kubu berlawanan, Ahoker dan Alumni 212, adalah miniatur dari masih banyaknya rekayasa sosial yang disikapi dengan pola berfikir Asosiasi sehingga menjadikan konflik Pilkada seakan menjadi konflik permanen yang memunculkan isu China vs Pribumi, Wahabi vs Syiah, Pancasila vs Khilafah, Iran vs Arab dan banyak lagi jargon konflik yang dimunculkan. Perhatikan saja ketika gerakan 212 dianggap sebagai Upaya makar atas ketidak berpihakannya pada hak kebinekhaan bangsa, padahal gerakan ini bisa jadi murni gerakan reaksioner atas tersentuhnya ranah ranah sensitif keagamaan yang dianggap dinistakan oleh salah satu Cagub- terlepas dari diduga adanya pihak-pihak yang memanfaatkannya sebagai bagian dari konspirasi politik anti-ahok, pelaku bisnis kelas kakap yang merasa terhalangi oleh kepemimpinan Gubernur Jakarta saat ini ataupun ada sebuat konspirasi ideologi wahabi yang lagi lagi diduga ingin mendirikan negara Khilafah- dibalik layar aksi pertentangan tersebut, dan itu perlu pembuktian yang tidak mudah. Satu hal yang lebih berbahaya dari semua itu adalah jika salah satu konspirasi ‘behind the gun’ itu benar benar dibuktikan, akan kah kita beranggapan bahwa alumni 212 mendukungnya? Belum Pasti. Atau sebaliknya akankah kita beranggapan dan mengenaeralisir bahwa sebagian muslim yang mendukung Ahok merupakan orang orang munafik dan tidak peka terhadap kesucian agamanya yang dinistakan oleh non muslim? Sekali lagi Belum Tentu- karena sebagian mereka punya alasan untuk mendukung tidak berdasar atas apa yang dituduhkan. Sekali lagi, Belum Tentu. ‘Belum Tentu’ adalah Phrase yang indah untuk memulai sebuah penilaian agar kita tidak terjebak pada berfikir Asosiasi atau Pukul Rata. Berhentilah untuk mengasosiasikan orang-orang shaleh yang rajin ibadah dengan tanda sujud di dahi, dengan meyakini sunnahnya berjenggot, celana cingkrang berpenampilan serba putih sebagai orang orang wahabi yang kita anggap akan mencuri ideologi sunny yang sebagian kita anggap sebagai idiologi terbaik ‘indallah’. Berhentilah mengasosiasikan kelompok atau orang yang tidak berjubah, sering bergaul dengan umat non muslim dan tampak seperti membela agama minoritas sebagai ‘ambassador syiah’ yang akan sangat membahayakan ummat sunny pula. Asosiasi yang mengerikan!

Lalu bagaimana jika Asosiasi Ala Mind Construction dijadikan landasan berfikir dan bersikap saat kita berhadapan dengan para siswa. Setiap siswa yang berpenampilan rambut tak beraturan, jarang masuk sekolah (walaupun punya alasan yang sangat logis) akan dikonotasikan dengan kelompok yang ‘baong’ dan mendapatkan perlakuan kurang baik dari para Pendidik hingga tidak memberikan kesempatan untuk mendapatkan nilai baik. Jujus saja, dari sekian cara yang sering dilakukan oleh Pendidik untuk mengukur kemampuan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik salah satunya adalah Penilaian Asosiasi, yaitu penilaian yang sudah tidak otentik berdasarkan kemampuan tetapi melainkan atas dasar pengelompokan citra para peserta didik, hingga akhirnya kita harus memberikan ‘throwing point’, nilai atas dasar lempar sembarang. Memprihatinkan jika Metode berfikir Asosiasi ini menjadi landasan membangun karakter Pendidikan di negeri ini, tidak lagi ada Authentic Assessment, tidak lagi ada kompetensi siswa yang measurable, observalbe dan terstandarkan.

Kita boleh khawatir dengan Rudal Atom/ Nuklir yang dimiliki oleh beberapa Negara, tetapi kita harus lebih takut dan khawatir jika Rudal Asosiasi menjadi landasan berfikir umat manusia, yang akan menjadikan konflik lebih permanen dan diwariskan antar generasi. Benar saja, bahwa kita hanya akan dipersatukan oleh musuh yang sama, tetapi sadarilah kita pun akan diperlakukan menjadi musuh yang sama walaupun alasan kita berbeda. Karena Asosiasi adalah Pendidikan mematikan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline