Makalah. Satu kata yang sangat akrab di telinga mahasiswa. Baru semester 3 saja saya sudah berkali-kali dapat tugas membuat makalah. Hanya saja, biasanya tugas kelompok, baru kali ini dapat tugas individu.
Saya senang akhirnya diberi kesempatan untuk menulis karya sendiri. Judul dan temapun ditentukan sendiri. Dan dengan pedenya, saya merasa yakin bisa menemukan judul yang tidak dipikirkan orang. Mengerjakan dengan lancar dan mulus. Lalu tulisan saya akan jadi karya yang orisinal dan spektakuler!
Saya kadang bingung dengan teman-teman yang langsung mengeluh ketika diberi tugas yang agak menantang. Tapi saya senyum-senyum saja, tetap berpikir positif, sedikit tinggi hati bolehlah. Tidak ada yang teraniaya juga kan kalau saya bersikap seperti itu?
Ternyata ada: saya sendiri. Hampir seminggu sejak tugas itu diberikan, saya masih menimbang-nimbang topik apa kiranya yang tidak umum tetapi tidak sulit penggarapannya (yang artinya sudah separuh waktu terbuang percuma). Civil Society Movement: Penggunaan dana desa yang 1 milyar? Masalah bela negara yang berkaitan dengan urusan pertahanan? Kementerian Agama, dan alasan tidak ada dinas agama? Oh iya, belum saya sebutkan, ini adalah tugas mata kuliah Isu dan Kebijakan Otonomi Daerah.
Akhirnya saya memilih membahas masalah transportasi, tepatnya angkutan umum. Agak melenceng dari yang tadi ya. Hehe. Dengan bermodal ingin menghasilkan karya yang berbobot, saya meminjam dua buku di perpustakaan. Supaya referensinya tidak hanya dari internet, begitu. Juga mengimbangi survey yang seadanya dan hanya satu kali.
Rupanya saya mulai sadar, saya sudah sok akrab dengan makalah. Biasanya juga kalau kerja kelompok lebih banyak teman yang mengerjakan. Menunggu saya ya telat, mencari materi di buku. Orang-orang cari di internet, block-copy-paste, diutak-atik sedikit, sudah. Pemandangan yang bikin nelangsa.
Lebih nelangsa lagi melihat kenyataan tugas saya belum jadi apa-apa, belum berbentuk. Batasan masalah yang tidak jelas membuat pembahasan saya melebar kemana-mana. Jujur, ini sih memang penyakit saya, apapun bentuk tulisannya. Sampai sekarang tugas masih mandek, tak tahu kemana harus melangkah. Begini sulitkah membuat karya asli: no copy-paste?
Tidak terbayang kalau saya jadi mahasiswa di zaman internet masih langka dan mahal. Dengan adat saya yang perlu referensi untuk setiap kata, tentu KBBI jadi hal yang perlu dipikirkan. Belum kamus tesaurus. Bukupun tidak cukup satu untuk setiap mata kulliah. Mungkin juga ensiklopedia. Mengetik sendiri, tidak ada istilah copy-paste. Yang berarti tindak plagiarisme juga minim. Disitu kabar baiknya.
Hmm.. Tahu berapa lama saya mengetik tulisan ini? Lebih 2 jam. Entah berapa jam akan saya habiskan untuk menyelesaikan makalah itu. Padahal Selasa sudah deadline.