Lihat ke Halaman Asli

Awal Juni

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kucoba berpikir sejenak,

Menghampiri sang jiwa,

Mendatangi sang hati,

Menemui sang nurani,

Huh......

Lelahnya hidup,

Kujalani terus tiada henti,

Memulai titik satu kebahagiaan,

Meretas cinta dan kedamaian,

Hanya satu yang kumau,

Itu yang kuharap slalu,

Melihat mamah tersenyum,

Tak lagi berkeringat di pelipismu,

Tak usah menangisi esok yang tak jelas,

Mah......

Kini menggurat keriput di wajahmu,

Habis engkau berikan pada kami,

Maafkan yah mah,

Slalu terngiang mamah ingin menelusuri jejak Ilahi,

Kini waktunya mamah berhenti dari kebingungan,

Oh mamah,

Lihatlah kami pun tak hanya diam,

Kami mencucurkan air mata,

Hanya demi mamah dan kita,

Mah.......

Masihkah ada do`a untuk kami,

Kami takut do’amu terkikis ambisi kami,

Oh jangan Mamah,

Jangan engkau jadikan kami seperti si Malin kundang,

Tidak Mah,

Atau Tuhan jadi tak sayang lagi pada kami,

Karena engkau tak pedulikan kami,

Mah.......

Biarlah masa lalu pahit kita tinggalkan saja,

Jangan hiraukan,

Kini saatnya kita mencari kedamaian,

Keridhoan Ilahi,

Itu saja yang kumau,

Do’amu slalu kunanti,

Di penghujung malam yang sunyi,

Mengumpulkan tasbih,

Dekaplah Ilahi,

Rayulah Ilahi,

Demi kami anakmu,

Mah........

Izinkan kami menata kembali,

Kasih yang telah lama tenggelam,

Jangan cucurkan air mata lagi,

Kami tak sanggup menampungnya,

Tolong Mah,

Please,

Please,

Biarkan air mata itu,

Menetes saat sudah menjadi metiara kebahagiaan,

Mah.......

Kami rindu belaimu,

Kami kangen sayangmu,

Kami inginkan senyummu,

Bukan keluhan yang kudengar,

Jadi lelah rasanya kukejar cita-cita,

Demi kita,

Ingatlah Mah,

Pada Ayah yang di sana,

Jangan sampai mendengar kita sedih,

Jangan sampai ia menangis pula,

Melihat kita berkeluh kesah,

Biarkan Ayah terlelap tenang,

Jangan ganggu ia,

Kasihan wahai Mamahku sayang,

Sekarang hapus sudah air mata kegelisahan,

Singkirkan sudah semua keraguan,

Sirnakan keluh kesah di dada,

Buang sudah jauh-jauh ketidakpercayaan diri,

Biarkan kami berlari mengejar cita,

Ayo Mamah sayang,

Biar kugendong semua penderitaanmu,

Agar Ayah tersenyum damai,

Di sana bersama senyumnya Ilahi.

Teruntuk Mamah, Ayah di sana, Adik2ku tersayang dan anak2ku tercinta.

Jurugentong, 03 Juni 2004

Jam 16. 00-16.55

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline