Entah kusebut apa tentang keadaan ini,ketika kita menghidupkan peradilan di negeri ini,sesungguhnya kengerianlah yang datang menghampiri banyak jiwa,aku melihat keinginan untuk bahagia tetapi aku juga melihat tangisan meraja,seperti dengungan seekor nyamuk di telinga dikala tidur,sungguh menjengkelkan sekali dan sangat sulit membunuhnya.
Ketika aku melihat manusia berjuang menyelamatkan kucing,tapi aku juga melihat manusia membunuh kucing yang berbeda padahal keduanya sama-sama pencuri,tapi manusia berusaha menyelamatkan kucingnya.
lalu bagaimana dengan anjing-anjing liar yang suka menjilat,bukankah gonggongan mereka lebih memekakkan di telinga ,tetapi tak ada yang berusaha memberangus mulutnya.
Entah bagaimana pula keadilan itu disebut,ketika pecutan lebih banyak kepada kuda lelah daripada kuda pacuan,lalu mengapa juga harus menyemangatinya di arena pacuan dan menyingkirkan mereka yang berlelah-lelah membawa tentara yang terluka di medan perang.Apakah mungkin kau mengira bisa membuat enkau lebih gagah dari kuda perang yang sehari hari berhadapan dengan perang,lalu mengapa kau tak merawat dan memulihkan yang kelelahan?Apakah kau anggap itu suatu kebodohan atau kau takut disebut orang goblok.
Coba kau lihat di balik tembok kekuasaan itu,banyak jiwa-jiwa menuju kematiannya dan mereka tak mampu menunjukkan bahwa mereka layak hidup,mereka di tempatkan di balik terali-terali yang kuat oleh tuntutan hukum,yang dirancang oleh manusia dengan rapi dan mendetail,di sana jiwa -jiwa dipakukan oleh sebuah kesalahan.Hari-hari mereka hanya melihat kubur kosong yang ditandai nama mereka,dan mereka tau bahwa mereka akan ditempatkan di sana sebagai jasad.Mereka juga membayangkan darah mereka akan mengalir di tanah yang berbeda,dan darah itu memanggil raga mereka untuk bersatu dalan ratapan kematian di dunia yang berbeda.
Entah apa yang hendak kukata lagi,ketika permintaan mereka tak lagi dihargai selain untuk hari-hari terakhir mereka menuju dunia lain,apakah mereka punya rencana untuk mengadakan pembalasan?aku berharap darah mereka tidak berteriak kepada pencabut nyawa,atau kepada tujuh turunan dan generasinya.Aku juga berharap darah mereka tidak meratap dan berteriak meminta pembalasan.
Aku tau seandainya kita bisa mendengar roh mereka meneriaki hukum sebagai pencuri,ya peencuri kuasa.
Kuasa siapa? Aku pun sadar tidak ada satu pun yang mampu menciptakan manusia seperti Tuhan menciptakanya,mausia hanya bisa menambah jumlahnya dengan perkawinan itu pun kalau Tuhan menghendakinya,lalu siapakah anak manusia yang mengotori tangannya dengan berbasuh darah,yang mencurahkan darah atas nama keadilan,lalu kekuasaan dari mana juag manusia mencabut dan menghentikan yang bukan kepunyaanya?
Keadilan ditegakkan,tetapi tanpa sadar hukum telah mencabut haknya,bahkan hukum telah melenyapkannya dari surat-surat keadilan,di atas sana Tuhan menangis,melihat air mata penyesalah dan pertobatan yang tak diakui oleh hukum,dari atas sana Tuhan menagis ketika manusia mencuri kuasanya,walau tak dapat mencuri kuasa itu sendiri.
Dari atas sana Tuhan menangis ,melihat manusia meninggikan hukumnya melebihi hukumNYA,manusia mendewakan hukum kematian tanpa pengampunan ,mereka adalah perampok dan pencuri kekuasaan Tuhan Sang Khalik.
Lalu siapakah kau sesungguhnya wahai anak manusia?