Indonesia digadang-gadang akan menikmati bonus demografi pada kurun 2020 hingga 2030. Dikatakan bonus karena usia penduduk produktif lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif sekaligus akan mendapat manfaat dari adanya hal tersebut.
Tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) per Februari 2022 sebanyak 208.544.086 jiwa. Harapannya, dengan adanya usia produktif tinggi , produktivitas juga tinggi.
Logikanya ketika usia produktif jauh lebih tinggi, jumlah tenaga kerja pun menjadi banyak. Hal ini berarti bahwa Indonesia memiliki faktor produksi yang banyak. Namun, pemerintah tidak boleh lupa, sampai sekarang Indonesia masih memiliki masalah ketenagakerjaan yaitu kesempatan kerja lebih kecil dibandingkan jumlah input tenaga kerja, yang mengakibatkan pengangguran.
Selain itu, apakah pemerintah dapat menjamin bahwa untuk sejumlah usia produktif, mereka dapat memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka? Minimal setengah dari jumlah usia produktif.
Adanya prediksi bonus demografi, bukan hanya untuk suatu kebanggaan. Dapat juga dikatakan bonus demografi adalah tantangan bagi Indonesia.
Meskipun sebenarnya bonus ini bisa menjadi peluang (opportunity). Tapi pada kenyataannya, sampai detik ini Indonesia belum mampu mengatasi masalah ketenagakerjaan ini.
Sehingga adanya prediksi bonus demografi, makna tersiratnya adalah terdapat tanggung jawab bersama untuk benar-benar memberdayakan Sumber Daya Manusia.
Itu, tentu saja, sehingga dalam masa 2020-2030 bisa memberi dan memaksimalkan keuntungan bonus demografi, terutama dalam bidang ekonomi.
Pemerintah harus memiliki kebijakan yang mendukung peningkatan skill dan kemampuan masyarakat. Dengan itu, semua dapat memiliki jiwa kompetitif.
Dilansir dari Kemenko PMK, Muhajir Effendy mengatakan bahwa kondisi setelah bonus demografi juga harus diperhatikan karena nanti akan disambut dengan adanya generasi tua, sehingga harus ada perencanaan yang matang.