Lagu religi "Alamate Anak Soleh" adalah lagu yang viral dan sering dinyanyikan dengan bergembira oleh anak-anak kecil di daerahku. Daerahku memang daerah yang religius, orang tua dan anaknya biasanya memiliki kebiasaan mendengarkan lagu religi yang sama. Sebelum lagu religi ini, murid-muridku juga selalu mendendangkan "Sholawat Busyro" ketika mereka sedang istirahat.
Selalu ada tembang religi yang menjadi hiasan kebersamaan murid-muridku di sekolah. Menurutku pribadi, ketika melihat murid-muridku sedang bergembira mendendangkan lagu-lagu religi kesukaan mereka, murid-muridku ini sedang melakukan hal yang positif. Lirik dari lagu "Alamate Anak Soleh" yang dipopulerkan oleh Neng Umi Laila juga memiliki makna yang amat mendalam. Di dalam cerita saya ini, saya tidak akan menyertakan lirik lagu religi yang masih viral saat ini karena tidak terhubung pada cerita yang mau saya tampilkan.
Cerita ini bermula ketika saya mendengar seorang murid saya yang menyanyikan lagu "Alamate Anak Soleh" tetapi terdengar dipelesetkan. Saya mendengar murid saya itu menggantinya dengan "Alamate anak sohih....?" Saya merasa penasaran mengapa kata penting dari lagu religi itu diganti. Belum sempat saya tanya kepada ananda peserta didik, saya sudah senyum di kulum. Murid saya memelesetkan kata "Soleh" menjadi "Sohih" karena ada temannya yang mengeluarkan bogem dan mengancam untuk tidak melanjutkan menyanyinya. Kenapa temannya melakukan hal ini? Karena temannya ini anaknya Pak SOLEH.
Iya, betul sekali. Kultur menjahili teman dengan cara memanggil nama ayahnya masih kental di lingkungan sekolah, mulai masa kecil saya dulu hingga masa sekarang. Saya pun memberi pengertian kepada murid-murid saya bahwa kata Soleh bukanlah kata hinaan.
Kata Soleh adalah kata yang indah dan semua orang beriman berharap mendapat predikat atau titel "Orang Soleh", bahkan bu guru sendiri dan bu guru juga berdoa semoga anak keturunan dan murid-murid bu guru menjadi orang soleh, karena orang soleh boleh masuk surga. Jadi anak pak Soleh harusnya bangga karena ayahnya memiliki nama yang indah dan menyanyikan lagu "Alamate Anak Soleh" akan kehilangan makna kalau diganti dengan "Alamate anak sohih...?"
Terkadang saya masih senyum-senyum sendiri kalau mengingat peristiwa ini. Saya teringat lucunya murid saya yang secara kreatif memelesetkan kata demi keamanan dirinya dari bogem temannya. Mengasuh murid-murid SD yang berusia 9 - 10 tahun bisa menjadi terapi kebahagiaan bagi gurunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H