Halal bihalal nampaknya hanya dijadikan sebagai ajang pamer pencapaian. Suatu kesempatan berkumpul dengan sanak saudara yang telah lama tidak berjumpa, tentu saja gengsi apabila tidak ada perubahan dalam aspek apapun itu. Karena alasan itulah, pelaku halal bihalal akan berlomba-lomba untuk menunjukkan apa yang baru, apa yang naik level dalam dirinya sehingga tujuan dari halal bihalal menjadi berubah, tidak seperti tujuan yang seharusnya.
Menurut istilah, pengertian halal bihalal adalah kegiatan saling bermaaf-maafan atas kesalahan atau kekhilafan di masa lalu setelah lebaran. Kegiatan ini menjadi momen berharga serta ditunggu-tunggu karena biasanya hanya terlaksana setahun sekali, yakni setelah lebaran. Dengan adanya halal bihalal ini, diharapkan tidak ada lagi rasa benci yang masih tertanam di hati.
Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul "Membumikan al-Qur’an", tujuan sebenarnya dari halal bihalal itu antara lain, mengantarkan pelakunya untuk menyelesaikan masalah dengan saudaranya, meluruskan hubungan yang kusut, melepaskan ikatan dosa dari saudaranya dengan jalan memaafkan, mencairkan hubungan yang beku sehingga menjadi harmonis, dan lain sebagainya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari halal bihalal tak lain dan tak bukan adalah berkaitan dengan saling memaafkan serta memperbaiki hubungan.
Memang benar, sebagian praktik berkumpulnya sanak saudara ini masih melaksanakan halal bihalal untuk tujuan yang sebenarnya. Namun dalam sebagian lainnya, halal bihalal rupanya memiliki tujuan yang melenceng, yakni ajang pamer pencapaian. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu faktor utamanya adalah perasaan iri. Iri melihat saudara mobilnya baru, iri melihat saudara memiliki pekerjaan baru dengan pendapatan yang lebih besar, iri melihat anak-anak saudara sudah mapan dan berpenghasilan, serta iri untuk hal lainnya.
Dampak dari perasaan iri, membuat pelaku halal bihalal terbagi menjadi dua keadaan. Pertama, karena perasaan iri ini maka membuat pelaku halal bihalal akan berusaha untuk menyaingi atau menandingi agar dirinya tidak terlihat ketinggalan pencapaian dengan saudara yang lain. Hal ini sebenarnya bagus untuk progres diri. Namun yang menjadi salah adalah ketika pelaku halal bihalal yang sedang berusaha bersaing ini "koar-koar" tentang pencapaiannya yang dirasa tidak kalah saing dengan suadara yang lain.
Jelas ini hal yang salah. Karena dengan begitu, akan memicu pelaku halal bihalal yang lain untuk saling memamerkan pencapaian mereka masing-masing. Tidak jadi maaf-maafan, halal bihalal justru sebagai awal dari rasa benci mulai bermunculan.
Kemudian yang kedua, karena perasaan iri tersebut maka membuat pelaku halal bihalal akan merasa minder dan ketinggalan pencapaian dengan saudara yang lain. Hal ini membuat pelaku halal bihalal menjadi tidak memiliki semangat berkumpul dengan sanak saudara. Suasana halal bihalal yang seharusnya menjadi momen yang ditunggu-tunggu, akhirnya membuat pelaku halal bihalal yang minder merasa halal bihalal hanya akan membuat mereka merasa 'rendah' apalagi ditambah harus mendengarkan pelaku halal bihalal yang lain yang termasuk pada golongan yang suka pamer.
Alhasil berakhir membuat mereka memilih untuk tidak datang pada acara halal bihalal dengan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H