Lihat ke Halaman Asli

CRISPR-Cas9: Menolong atau Merugikan?

Diperbarui: 22 Agustus 2022   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Crispr-Cas9 sudah banyak dikenal di kalangan ilmuwan sains terutama di bidang molekuler. Crispr-Cas9 ini menjadi salah satu temuan yang menarik bagi makhluk hidup di bumi. Mengapa demikian? Karena Crispr-Cas9 dapat menyunting gen dalam tubuh manusia dan hewan, selain itu penelitian Crispr terhadap tumbuhan juga sedang terus dilakukan.

Crispr-Cas9 atau clustered regularly interspaced short palindromic repeats and CRISPR-associated protein 9 merupakan sistem pengeditan genom alami yang didapatkan dari bakteri sebagai pertahanan kekebalan bakteri terhadap virus. Bakteri menangkap potongan-potongan kecil dari DNA virus dan memasukkannya ke dalam DNA mereka sendiri pada pola tertentu untuk membuat segmen susunan Crispr ketika virus menginfeksi. Susunan Crispr ini memungkinkan bakteri untuk mengingat virus yang telah menginfeksi sebelumnya, sehingga apabila virus yang sama menginfeksi kembali bakteri akan menghasilkan segmen RNA dari susunan Crispr dan menempel pada bagian tertentu di DNA Virus. Bakteri kemudian akan menggunakan Cas9 atau enzim serupa untuk memotong DNA dan menonaktifkan virus.

Penggunaan Crispr-Cas9 masih menjadi perdebatan di beberapa negara oleh ilmuwan. Seperti yang ada pada film dokumenter serial Netflix “Unnatural Selection”. Penemuan gen Crispr-Cas9 oleh Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudna menjadi dasar bagi penelitian berikutnya. Gen Crispr-Cas9 yang dapat memotong gen ini dinilai dapat mengatasi permasalahan pada penyakit genetik atau penyakit lainnya yang diakibatkan oleh kerusakan gen seperti hemofilia, sindrom down, sindrom klinefelter, anemia sel sabit, kanker, distrofi otot duchenne, dan sebagainya. Tentu saja hal ini sangat membantu masyarakat di seluruh dunia terutama bagi penderita yang mengidap penyakit tersebut. Namun muncul beberapa kekhawatiran terhadap dampak negatif dari penggunaan gen Crispr-Cas9.

Gen Crispr-Cas9 yang berfungsi seperti gunting DNA dapat memotong gen-gen yang tidak diinginkan, hal ini membuat beberapa ilmuwan mengembangkan perbaikan genetika dengan menciptakan bayi hasil rekayasa genetik. Jhon J. Zhang merupakan medical scientist yang memberikan kontribusi di bidang fertilisasi khususnya fertilisasi in vitro. Jhon J. Zhang adalah salah satu ilmuwan yang menciptakan bayi hasil rekayasa genetika. Pada bulan September 2016, Zhang berhasil menciptakan three-parents baby pertama di dunia. Three-parents baby atau bayi tiga orang tua ini menggunakan teknik spindle transfer untuk mengganti mitokondria. Teknik spindle transfer dilakukan dengan cara mengeluarkan nukleus dari salah satu sel telur ibu dan memasukkannya ke dalam sel telur pendonor yang sebelumnya telah dikeluarkan juga nukleusnya. Sel telur yang telah berisi nukleus ibu dan mitokondria pendonor kemudian dibuahi dengan sperma ayah.

Jhon J. Zhang menciptakan three-parents baby bermaksud untuk membantu orang tua yang selalu melahirkan anak dengan Leigh Syndrom dan berakhir meninggal. Pemanfaatan gen Crispr-Cas9 juga dilakukan di Burkina Faso, Afrika Barat untuk menangani penyakit malaria. Dr. Abdoulaye Diabate seorang entomologist yang membuat nyamuk rekayasa genetik. Ia memodifikasi gen pada nyamuk Anopheles kemudian dilepaskan di lingkungan untuk membuat perkawinan nyamuk Anopeheles yang tidak bisa menetas telurnya.

Selain menguntungkan, gen Cripsr-Cas9 juga memunculkan kekhawatiran dalam masyarakat seperti adanya biohacker untuk melakukan penelitian terhadap gen Crispr ini. Josiah Zayner melakukan percobaan dengan mendemonstrasikan penyuntikan gen yang sudah diedit menggunakan metode Crispr-Cas9 dan menargetkan myostatin ke dalam tubuhnya. Gen otot yang digunakan Josiah bertujuan untuk mengubah massa pada ototnya. Ada pula Tristan Roberts yang mengidap penyakit HIV. Ia menyuntikkan cairan potongan DNA yang mengandung bagian pemicu produksi antibodi N6. Sebuah studi US National Institutes of Health (NIH) menunjukkan N6 menetralkan 98% virus HIV dalam kondisi laboratorium. Tristan memilih untuk menyuntikkan cairan tersebut sendiri ke tubuhnya dikarenakan ia tidak mau melakukan terapi antiretroviral yang memiliki efek samping dan apabila melewatkan satu dosis dapat meningkatkan kekebalan virus.

Tentu saja munculnya biohacker ini sangat berbahaya jika menyebar luas di kalangan masyarakat. Bayangkan saja jika manusia melakukan percobaan pada dirinya sendiri tanpa SOP yang jelas dan aman. Hal ini akan berakibat munculnya permasalahan baru seperti mutasi yang tidak diinginkan, penyakit baru, kerusakan pada tubuh, juga kematian. Masyarakat juga akan melakukan percobaan pada hal yang sebenarnya tidak diperlukan seperti ingin mengubah warna kulit, bentuk rambut, warna mata, dan sebagainya.

Ditemukannya gen Crispr-Cas9 tidak bisa dikatakan merugikan sepenuhnya, karena tentu saja gen ini bermanfaat dalam mengatasi penyakit genetik yang belum ada obatnya. Akan tetapi penelitian terhadap gen Crispr-Cas9 tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam membuat regulasi terkait penggunaan gen Crispr-Cas9 ini agar tidak memunculkan permasalahan baru dalam masyarakat bahkan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline