Lihat ke Halaman Asli

Simbol dan Perjuangan: Membaca Kesetaraan Gender di Era Media Sosial

Diperbarui: 17 Desember 2024   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pada bulan November 2024, terdapat sebuah laporan baru dari UN Women yang mengungkapkan bahwa Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam kesetaraan gender di sektor pendidikan, dengan angka partisipasi perempuan di perguruan tinggi meningkat menjadi 55% dari total mahasiswa. Laporan ini mencatat bahwa inisiatif pemerintah dan berbagai organisasi non-pemerintah dalam menyediakan beasiswa dan program pelatihan khusus untuk perempuan telah berkontribusi pada peningkatan tersebut. Meskipun demikian, terdapat tantangan, terutama dalam hal representasi perempuan di posisi kepemimpinan, yang saat ini hanya mencapai 20% di sektor publik. Dalam konteks ini, para aktivis menyerukan pentingnya diadakan kebijakan yang lebih kuat untuk mendukung perempuan dapat berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan ekonomi dan sosial negara. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kesetaraan gender di Indonesia dapat terwujud lebih cepat dan menyeluruh.

Peristiwa yang dilaporkan oleh UN Women mengenai peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan di Indonesia,  sangat krusial untuk proyek edukasi masyarakat mengenai kesetaraan gender. Proyek ini dapat memanfaatkan data tersebut untuk menunjukkan bahwa pendidikan merupakan pondasi penting dalam mengatasi ketidakadilan gender dan memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat. Dengan menggunakan media sosial sebagai platform, proyek ini dapat menyebarkan informasi dan cerita inspiratif tentang perempuan yang berhasil mengatasi rintangan dalam pendidikan dan karier mereka. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan isu kesetaraan gender tetapi juga mendorong tindakan nyata masyarakat untuk mendukung perempuan dalam mencapai potensi mereka.

Melihat dari teori semiotika, simbol-simbol yang digunakan di dalam media sosial tersebut dapat dianalisis untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya. Misalnya, gambar perempuan berprestasi dan kutipan motivasional dapat berfungsi sebagai representasi yang menggambarkan kekuatan dan keberanian perempuan, sementara objeknya adalah perjuangan untuk kesetaraan. Melalui analisis semiotika, kita dapat melihat bagaimana setiap elemen dalam konten media sosial membentuk narasi baru tentang peran gender, mengubah persepsi masyarakat terhadap isu-isu gender, dan menciptakan ruang dialog yang lebih terbuka. Dengan demikian, proyek ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai sarana untuk mendobrak stereotip  yang menghambat kemajuan kesetaraan gender di Indonesia.

Setelah dianalisis, peristiwa mengenai peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan di Indonesia menggunakan teori semiotik struktural Ferdinand de Saussure, kita dapat melihat bagaimana tanda-tanda yang muncul dalam konteks ini membentuk makna sosial yang lebih luas. Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa tanda terdiri dari dua komponen utama: penanda (signifier) dan petanda (signified). Dalam peristiwa ini, penanda dapat berupa istilah-istilah seperti "kesetaraan gender," "pendidikan perempuan," dan "perempuan berprestasi." Sementara itu, petanda merujuk pada konsep yang diasosiasikan dengan istilah tersebut, seperti harapan akan perubahan sosial, pemberdayaan perempuan, dan pengakuan terhadap kontribusi perempuan dalam masyarakat. Hubungan antara penanda dan petanda ini bersifat arbitrer, artinya tidak terdapat hubungan alami yang mengikat keduanya; makna tersebut dapat terbentuk melalui konvensi sosial dan budaya yang berlaku.

Dengan demikian, analisis semiotik menunjukkan bahwa berita tentang peningkatan partisipasi perempuan di perguruan tinggi bukan hanya sekadar informasi statistik, akan tetapi mencerminkan perubahan paradigma dalam masyarakat. Tanda-tanda yang muncul dalam media sosial terkait isu ini, seperti gambar perempuan muda yang sukses dalam pendidikan atau kutipan motivasional dari tokoh perempuan, dapat berfungsi untuk membentuk makna baru tentang peran gender. Dalam hal ini, media sosial menjadi wadah di mana penanda-penanda ini berinteraksi dan membentuk narasi kolektif tentang kesetaraan gender. Melalui pemahaman ini pun, dapat memanfaatkan tanda-tanda tersebut untuk mengedukasi dan mendorong dialog mengenai pentingnya keadilan gender dalam kehidupan sehari-hari, serta memperkuat nilai-nilai kesetaraan di kalangan generasi muda.

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa peningkatan partisipasi perempuan dalam pendidikan di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh UN Women, bukan hanya sekadar angka, tetapi juga merupakan seruan untuk tindakan bersama dalam mencapai kesetaraan gender yang nyata. Melalui analisis semiotik, kita dapat memahami bahwa simbol-simbol yang muncul di sekitar isu ini membentuk narasi baru yang mengubah cara pandang masyarakat terhadap peran perempuan. Meskipun kemajuan telah dicapai, tantangan pun akan tetap ada, dan penting bagi kita semua untuk tidak hanya merayakan pencapaian ini, tetapi juga terus berjuang melawan stereotip dan diskriminasi yang masih ada. Dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat edukasi dan dialog, kita dapat menciptakan ruang yang lebih terbuka dan memberdayakan, di mana setiap individu tanpa memandang gender dapat memberikan kontribusi maksimal dalam pembangunan masyarakat. Maka dari itu, mari kita bersama-sama menegakkan keadilan gender dan menjadikan kesetaraan sebagai norma yang diterima dan dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline