Lihat ke Halaman Asli

Memahami Lebih dalam Tradisi Methik Pari di Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng

Diperbarui: 15 April 2024   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena mengandalkan pertanian sebagai sektor utama mata pencaharian penduduknya serta dijadikan sebagai penopang pembangunan (Husnarti dan Amelia 2020). Daerah yang paling banyak menghasilkan tanaman padi, yaitu Pulau Jawa. Produktivitas padi di Jawa 57% lebih besar jika dibandingkan produktivitas padi di luar Jawa yang sebanyak 43% (Hilalullaily dkk., 2021). Tradisi methik pari merupakan salah satu tradisi turun temurun yang dilakukan menjelang panen padi. Tradisi ini dilakukan dengan harapan agar dapat menyuburkan tanaman padi serta dapat membuat hasil panen berlimpah. Hal ini terjadi karena masyarakat percaya bahwa tanaman padi berasal dari tubuh dewi sri, dewi sri dianggap sebagai dewi kesuburan, kemakmuran, kejayaan.

     Methik dalam bahasa Indonesia memiliki arti memilih atau mengambil, sedangkan pari memiliki arti padi. Tradisi methik pari ini biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar 3 sampai 5 hari menjelang pemanenan tanaman padi. Tradisi ini menunjukan adanya hubungan manusia dengan tuhan, karena kaitannya dengan keyakinan masyarakat terhadap dewi sri. Pada jaman dahulu doa dipanjatkan untuk dewi sri, tapi seiring masuknya islam ke pulau jawa doa disesuikan dengan agama yang dianut. Methik pari dilaksanakan di sawah dan di rumah. Ketika di sawah petani melakukan tradisi utama yaitu methik pari, dan ketika dirumah petani melakukan slametan dengan membagikan makanan kepada tetangga sekitar.

     Tradisi utama methik pari yang dilakukan di sawah memiliki beberapa tahap, dimulai dari makanan atau sajen dibawa kesawah yang akan dipanen. Selanjutnya, bawaan diletakan di pinggir sawah yang akan dipethik padinya kemudian didoakan, doa berisikan harapan yang dilantunkan dalam bahasa jawa dilengkapi surah surah pendek seperti al-fatihah, an-nas, al-falaq, dan al-ikhlas. Kemudian petani memutari sawah dengan membawa sesajen sambil melantunkan solawat nabi, dan memetik beberapa tangkai padi di setiap ujung sawah untuk diikat bersama, dibawa pulang, dan digantung di lumbung atau di depan rumah. Kegiatan selanjutnya slametan dilakukan setelah tradisi methik pari dengan membagikan makanan kepada tetangga sebagai wadah untuk saling berbagi antar sesama.

     Tradisi methik pari yang dilaksanakan di desa Kaligondo, Genteng masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Tradisi ini dilaksanakan dengan menggunakan beberapa benda atau makanan yang memiliki makna simbolik seperti:

  • Janur yang berasal dari kata "Jan" artinya jannah atau surga dan "Nur" artinya cahaya, artinya methik pari ini merupakan dilambangkan sebagai cahaya dari surga karena padi merupakan bahan makanan pokok utama.
  • Jenang merah, terbuat dari tepung beras yang dicampur gula jawa artinya sebagai penghormatan kepada leluhur dan harapan untuk orang tua terutama ibu agar selalu diberi keselamatan. Jenang putih, terbuat dari tepung beras sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan harapan kepada orang tua terutama ayah agar selalu mendapatkan keselamatan.
  • Telur ayam, dilambangkan sebagai titik asal muasal dari kehidupan manusia.
  • Empon-empon, terdiri dari bawang putih, bawang merah, kluwek, cikalan (potongan buah kelapa biasanya seperempat dari kelapa), laos, jahe, kencur, kunyit, dan temulawak dilambangkan sebagai bahan masakan yang digunakan oleh manusia.
  • Uang, artinya sebagai pengganti kekurangan apabila dirasa masih kurang karena disini methik ini untuk mempersunting Dewi Sri, jadi apabila barang bawaan masih dianggap kurang maka digunakanlah uang ini sebagai lambang untuk menambah kekurangannya.
  • Buah pisang, yang melambangkan kemakmuran karena pohon pisang tidak akan mati sebelum dia menghasilkan buah.
  • Urap-urap, yang diharapkan agar panen padi dapat lebih cepat.
  • Kluwih, diharapkan agar hasil padi yang didapatkan itu berlebih-lebih (luwih-luwih).
  • Ayam ingkung diambil dari kata "Jinakung" dan "Manekung" yang berarti memanjatkan doa dalam bahasa Jawa kuno.

     Tradisi methik pari yang dijalankan oleh petani di desa kaligondo memiliki nilai moral yang terkandung di dalamnya, yaitu mendorong seseorang untuk bertanggung jawab menjaga dan melestarikan alam, patuh dan tertib seperti melaksanakan setiap tahapan dalam melaksanakan kegiatan methik pari, serta berbagi untuk memupuk rasa kekeluargaan dan mempererat tali silaturrahmi. Meski begitu, tradisi methik pari tidak memberikan pengaruh terhadap hasil panen. Menurut warga sekitar tradisi ini hanya sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan. Melaksanakan methik pari tidak memberi pengaruh jika nantinya dengan melakukan tradisi panennya akan melimpah atau jika tidak dilaksanakan panenya akan menurun.

     Menurut saya, tradisi methik pari merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan, meskipun tidak berdampak pada kualitas dan hasil panen padi dari petani. Tradisi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk memanjatkan doa dengan harapan hasil panen sekarang dan selanjutnya semakin baik dan melimpah kepada tuhan, juga sebagai wadah menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan memupuk rasa kebersamaan dengan kegiatan slametan atau berbagi makanan kepada tentangga sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline