Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disebut (KDRT) merupakan perilaku yang berlawanan dengan norma-norma yang berlaku. Hal ini seringkali dipicu oleh pandangan salah satu pasangan yang menganggap dirinya lebih penting daripada pasangannya. Ini bertentangan dengan makna sebenarnya dari keluarga, yang seharusnya menjadi tempat di mana orang berbagi suka dan duka dan saling melengkapi.
KDRT dapat berupa kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kegiatan yang menyebabkan terjadinya ketergantungan ekonomi. KDRT tidak dapat menyelesaikan masalah karena dapat menyebabkan trauma jangka panjang pada korban.
Data menunjukkan bahwa tindak KDRT adalah salah satu faktor penyebab perceraian terbanyak di Indonesia. Korban kdrt tidak hanya sang istri saja tetapi anak anak pun bisa menjadi korban kdrt oleh ayahnya maupun ibunya.
Faktor KDRT:
Faktor-faktor seperti gangguan psikologis, kurangnya kontrol diri, dan tekanan untuk menikah yang tidak seimbang, tekanan dari pekerjaan, kondisi keuangan, efek pengunaan obat-obat terlarang, pernah mengalami tindak, dilanda keputusasaan dapat menjadi sumber motivasi pelaku KDRT.
Selain kurangnya komunikasi antara suami dan istri, dorongan paksa untuk menikah dapat membuat pelaku merasa tertekan, yang kemudian mendorongnya untuk melakukan tindakan agresi.
Selain itu, kurangnya komunikasi juga dapat menyebabkan KDRT, menyebabkan perseteruan yang berlanjut dan membuat suami marah hingga terjadi tindakan kekerasan.
Dampak KDRT terhadap korban kekerasan: