Lihat ke Halaman Asli

Nailah Belva Fitria

Mahasiswi Universitas Airlangga

Dari Perang Menuju Kelaparan: Krisis Malnutrisi yang Membelenggu Palestina

Diperbarui: 9 Juni 2024   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

      Perang adalah sebuah fenomena yang tak terelakkan dalam sejarah manusia. Selalu meninggalkan jejak kehancuran yang mendalam dan berkepanjangan walaupun tujuannya demi negara dan rakyat. Tidak hanya melalui kehancuran fisik dan kehilangan nyawa, tetapi perang juga membawa konsekuensi menghancurkan melalui dampak meluas yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan lingkungan. Salah satu aspek paling mendasar dan krusial yang terpengaruh adalah terkait akses pangan dan air. Di tengah hiruk-pikuk pertempuran dan ketidakstabilan politik, sering kali masyarakat menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Itupun bukan hanya dirasakan oleh warga yang sedang berkonflik, melainkan juga dapat dirasakan oleh negara-negara lainnya. 

      Kasus konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina memberikan contoh bagaimana perang dapat memengaruhi akses pangan. Rusia meluncurkan operasi militer besar-besaran ke wilayah Ukraina dan ibu kotanya, Kiev pada 24 Februari 2022 lalu akibat ketegangan negatif antara Rusia dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) serta sentimen antara blok barat dan blok timur. Karena Rusia dan Ukraina mengekspor makanan, energi, dan sumber daya mineral, konflik diantaranya berkontribusi pada krisis tersebut. Sebagai pemasok utama bahan pangan global gandum, minyak bunga matahari, barley, dan jagung, harga bahan-bahan tersebut jadi meningkat di pasar global akibat penurunan produksi, gangguan distribusi pangan, dan restriksi ekspor negara lain. Berdasarkan Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, FAO (Food and Agriculture Organization) dan WFP (World Food Programme) menyatakan letusnya perang Rusia-Ukraina berperan pada krisis pangan yang terjadi di 20 titik panas. Hal tersebut membuktikan bahwa perang berdampak pada akses pangan yang juga dapat dirasakan secara international oleh negara yang lain. 

      Selain Rusia-Ukraina, perang yang saat ini sedang berlangsung dan menjadi topik hangat pembicaraaan banyak orang adalah konflik antara Israel dan Palestina. Konflik diantaranya telah terjadi lebih dari 100 tahun lalu yang bermula pada tahun 1917 akibat deklarasi Balfour yang berisi pernyataan dukungan pemerintah Inggris terhadap pendirian rumah orang-orang Yahudi di Palestina (zionisme). Konflik tersebut semakin memanas pada akhir-akhir ini akibat serangan di Rafah pada Minggu, 26 Mei 2024. Pasukan pertahanan Israel memandang Rafah sebagai lokasi krusial dan benteng besar terakhir batalion Hamas di Jalur Gaza. Oleh karenanya, pengeboman brutal dilakukan pada Rafah yang justru mengenai kamp pengungsian Tel Al-Sultan sehingga menewaskan sedikitnya 50 orang dan 249 orang lainnya terluka, dimana lebih dari separuh korban yang tewas adalah perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia berdasarkan keterangan dari petugas kesehatan di Gaza.

      Nasib para pengungsi yang selamat juga tidak terlalu beruntung karena Israel menutup gerbang perbatasan Rafah dengan Mesir yang merupakan satu-satunya akses bantuan kemanusiaan untuk mencapai wilayah Selatan Gaza. Situasi pertempuran yang berbahaya juga membuat UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) tidak dapat mendistribusikan bantuannya ke wilayah Rafah sehingga ancaman mati karena kelaparan dan penyakit semakin membayangi para pengungsi. Mulai dari kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, dan kehancuran stok penyimpangan pangan hingga pembatasan akses, kita akan melihat bagaimana setiap elemen konflik bersenjata berperan dalam menciptakan situasi kelaparan yang mendalam. Dua lembaga bantuan dibawah PBB, yaitu FAO dan WFP bahkan memperingatkan lebih dari satu juta warga Palestina di Jalur Gaza akan mengalami kelaparan parah pada pertengahan Juli nanti.  

      Saat ini pun, warga Palestina di Selatan Gaza sudah mulai memakan pakan ternak dan minum air limbah karena kekurangan pangan dan air bersih. IPC (The Integrated Food Security Phase Classification) menyampaikan sekitar 677.000 orang di jalur Gaza mengalami lapar fase 5. Klasifikasi tersebut merupakan tingkat tertinggi dan sudah tergolong tingkat kelaparan parah (famine) yang disertai dengan kekurangan gizi akut. Kepala bagian pediatri di Rumah Sakit Kamal Adwan Dr Hussam Abu Safiya menuturkan bahwa 21 anak meninggal karena kekurangan gizi atau dehidrasi dalam empat minggu terakhir, dan saat ini terdapat 10 anak dalam kondisi akut. Selain itu, kementerian kesehatan Hamas juga menyatakan 27 anak meninggal dunia akibat kekurangan gizi dan dehidrasi di Gaza. Kedua informasi tersebut memberikan gambaran mengenai krisis malnutrisi yang menyerang Gaza terutama pada anak-anak dan kelompok rentan lainnya. 

      Untuk membantu saudara kita di Gaza dalam mengatasi krisis tersebut, tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai malnutrisi. Malnutrisi adalah kondisi yang terjadi ketika tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup atau berlebihan sehingga mengganggu fungsi tubuh. Malnutrisi mencakup kekurangan nutrisi (undernutrition) dan kelebihan nutrisi (overnutrition). Hal ini dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang, gangguan kondisi kesehatan seperti masalah penyerapan dan pencernaan, masalah psikologis, keterbatasan sosial-ekonomi, dan kurangnya pengetahuan. Gejala yang nampak dari penderita malnutrisi antara lain kelelahan dan kurang energi, daya tahan tubuh menurun, gangguan pertumbuhan, gangguan konsentrasi, mudah lupa, serta adanya masalah pencernaan seperti diare atau sembelit. Jika gejala-gejala tersebut dirasa sudah muncul, dapat dilakukan diagnosis untuk lebih memastikan melalui pemeriksaan fisik, analisis riwayat makan, tes laboratorium, tes darah, dan tes fungsi organ. 

      Dalam kasus ini, malnutrisi yang menyerang orang-orang di Gaza adalah undernutrition. Hal ini tidak mengherankan karena bahan makanan di Gaza menjadi langka dan sangat terbatas. Mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi segala sesuatu yang tersisa di sekitarnya. Sebuah keluarga di Gaza sampai memakan tanaman herbal mallow dan daun kaktus sebagai makanan utama karena kelangkaan pangan. Kedua bahan tersebut tentu belum bisa memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, terkhusus pada anak-anak yang justru memerlukan lebih banyak nutrisi daripada orang dewasa karena sedang masa pertumbuhan. Jika tidak segera ditindaklanjuti, malnutrisi dapat menyebkan komplikasi berupa kerusakan organ permanen, penyakit kronis, masalah kognitif dan mental, masalah reproduksi, hingga kematian. 

      Kasus malnutrisi pada warga Gaza korban perang Israel-Palestina merupakan suatu masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan multidimensional. Beberapa solusi bantuan yang dapat diberikan untuk mengatasi krisis malnutrisi yang terjadi antara lain sebagai berikut:

1. Bantuan Kemanusiaan dan Pangan

  • Distribusi Pangan Darurat: Menyalurkan paket makanan darurat yang tinggi nutrisi seperti beras, gandum, lentil, kacang-kacangan, susu bubuk, dan minyak. 
  • Makanan Tambahan: Menyediakan makanan tambahan khusus (supplementary feeding) seperti Plumpy'Nut atau sejenisnya yang mudah disimpan dan dikonsumsi untuk anak-anak yang menderita malnutrisi akut.

2. Layanan Kesehatan

  • Klinik Gizi: Mendirikan klinik gizi yang menyediakan perawatan khusus untuk anak-anak dengan malnutrisi, termasuk pemeriksaan rutin, pengukuran berat badan dan tinggi badan, serta pemberian suplemen vitamin dan mineral. 
  • Imunisasi dan Perawatan Kesehatan Dasar: Menyediakan program imunisasi untuk mencegah penyakit yang dapat memperburuk kondisi malnutrisi, serta layanan kesehatan dasar seperti pengobatan infeksi dan diare.

3. Infrastruktur Pengolahan Makanan

  • Fasilitas Penyimpanan dan Distribusi: Membangun fasilitas penyimpanan makanan yang aman dan sistem distribusi yang efisien untuk memastikan makanan sampai ke anak-anak yang membutuhkan.
  • Pemurnian Air dan Pengolahan Air Limbah: Meningkatkan akses ke air bersih melalui instalasi pemurnian air dan pengolahan air limbah untuk mengurangi risiko penyakit yang dapat memperburuk malnutrisi
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline