Sungai merupakan sumber daya air yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Mulai dari mata air sebagai awal mengalirnya air, melintasi bagian bagian alur sungai, hingga ke bagian hilir yang terjadi secara dinamis. Rata-rata bagian hulu sungai yang ada di Indonesia masih dapat dikatakan dalam kategori kondisi yang baik, tetapi bagian hilir sungai sudah memiliki kondisi kerusakan dan pencemaran yang cukup parah. Beberapa pencemaran di sungai tentunya diakibatkan oleh kehidupan di sekitarnya, baik pada sungai itu sendiri maupun perilaku manusia sebagai pengguna. Namun, pengaruh dominan terjadinya pencemaran yang sangat terlihat adalah akibat dari perilaku manusia. Perilaku yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran pada sungai di antaranya adalah pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, pertanian dan kegiatan pertambangan, pembuangan sampah sembarangan, serta penggunaan bahan kimia yang tidak berhati-hati.
Diantara semua faktor penyebab kerusakan dan pencemaran sungai oleh manusia, yang paling utama menjadi penyebabnya adalah pembuangan limbah. Industri seringkali membuang limbah cairnya ke sungai tanpa pengolahan yang memadai. Begitu pula limbah rumah tangga akibat aktivitas sehari-hari yang tidak diolah seperti mencuci pakaian, mencuci piring, mandi, dan buang air besar di sungai. Limbah aktivitas pertanian dari pemakaian pupuk dan pestisida di lahan pertanian juga terkadang terbawa oleh air hujan menuju sungai. Hasil kegiatan dari pertambangan seperti pengolahan bijih atau peleburan logam pun turut menyumbang limbah. Akibat buangan dari limbah-limbah tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem sungai. Ikan dan makhluk laut lainnya banyak yang mati, air berubah warna, timbulnya bau tidak sedap, pemandangan terganggu, dan terganggunya masalah kesehatan manusia lainnya.
Untuk mengetahui bagaimana kualitas suatu air sungai, apakah masih dalam kondisi steril/sedikit tercemar/ sangat tercemar, perlu diperhatikan komponen penyusun dan komponen dari pemukiman di sekitarnya. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh beberapa parameter pencemaran yang berasal dari air buangan/limbah yaitu diantaranya (1) Suhu; (2) Kekeruhan; (3) Warna, Bau dan Rasa; (4) Bahan Padat Total; (5) Daya Hantar Listrik (DHL); (6) Kandungan Besi; (7) Derajat Keasaman (pH); (8) Oksigen Terlarut (DO); (9) Biological Oxygen Demand (BOD); (10) Chemical Oxygen Demand (COD); (11) Nutrient; (12) Logam Berat; dan (13) Faecal Colifora.
Dalam mengatasi pencemaran sungai akibat pembuangan limbah, Pemerintah Indonesia sudah membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Namun, saat ini masih banyak ditemukan oknum yang melakukan pembuangan limbah di sungai tanpa merasa bersalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah terkait peraturan ini, baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, tidak berhasil tersampaikan dengan baik sehingga peraturan tersebut kurang berpengaruh dalam menjadi sumber pedoman hukum tentang pembuangan limbah.
Dari contoh implementasi Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dapat diambil kemungkinan bahwa implementasi peraturan pemerintah mengenai limbah rumah tangga di sungai dalam SDG 6 kurang lebih akan memiliki progress hasil yang sama. Sustainable Development Goals (SDGs) di bawah tujuan 6 memiliki target-target di tingkat global dan nasional yang tepat sasaran dan bagus. Tidak ada yang salah dengan target rencana dari peraturan pemerintah. Hanya saja dalam proses pelaksanaanya, perlu dilakukan tindakan pengawasan yang ketat terhadap pihak berwenang sehingga kinerja yang dilakukan dapat maksimal dan target-target yang dirancang dapat terealisasikan.
Banyak beberapa aspek yang menyebabkan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Diantaranya adalah rendahnya tingkat literasi masyarakat. Selain dilakukan secara langsung atau tatap mata, sosialisasi saat ini juga ada yang dilakukan dalam bentuk selembaran/poster/spanduk, dll yang berbentuk tulisan. Kurangnya kepedulian dan pemahaman masyarakat pada informasi yang tersedia dalam bentuk tulisan membuat masyarakat tidak menangkap maksud dengan baik terkait hal yang disampaikan dalam peraturan tersebut.
Selain rendahnya rendahnya literasi, penyebaran akses informasi yang tidak merata juga ikut berpengaruh dalam faktor ketidakberhasilan. Di era digitalisasi ini, banyak informasi yang sekarang beredar lewat media sosial. Namun, informasi tersebut hanya dapat tersampaikan apabila melewati beranda FYP dan memiliki sistem logaritma yang sama dengan hasil penelusuran yang biasa kita dilakukan. Belum lagi orang-orang yang berada di pelosok desa tidak semuanya memiliki akses terhadap internet untuk mencapai informasi digital. Maka dari itu untuk mewujudkan target Indonesia Emas tahun 2045, target-target yang telah dibuat khususnya pada SDG 6 sebaiknya disosialisasikan secara menyeluruh dan langsung kepada masyarakat dengan cara yang menarik perhatian sehingga minat masyarakat terdorong untuk mendengarkan dan melaksanakan peraturan tersebut.
Source:
- https://drive.google.com/file/d/1ShJ2GyD-w2hPIE3cqF9wLgs2VeOtj1k4/view
- https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/pencemaran-sungai-penyebab-dan solusinya
- http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/196409101991011 SUKADI/02-Penelitian/04-Pencemaran_Sungai.pdf#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H