Lihat ke Halaman Asli

Nailah Nur Aziza

Mahasiswa Pekerjaan Sosial - Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung

Konflik Tanah di Bali dan Papua : Dampak Turisme Massal dan Eksploitasi Perkebunan Kelapa Sawit

Diperbarui: 21 November 2024   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input Keterangan & Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

BEREBUT TANAH - Episode #10 Ekspedisi Indonesia Baru

Menyoroti aksi dari Ekspedisi Indonesia Baru, yang terdiri dari empat jurnalis lintas generasi : Farid Gaban (generasi Boomer), Dandhy Laksono (generasi X), Yusuf Priambodo (generasi Y), dan Benaya Harobu (generasi Z). Sebuah ekspedisi yang berangkat ke berbagai destinasi menyorot beberapa isu penting terkait dengan konflik tanah di Indonesia, khususnya di Bali dan Papua. 

Dalam episode ini, tim ekspedisi dibagi menjadi dua rute, dimana Ben dan Dandi menuju Papua untuk kolaborasi dengan media lokal, sementara Yusuf dan Farid menyisir Sisi Selatan Bali untuk memahami konflik antara turis dan warga setempat. 

Perjalanan dimulai dari Pulau Bali, di mana keindahan alamnya telah menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, namun di balik itu terdapat hiruk pikuk akibat turisme massal. Dalam perjalanan menuju Sisi Selatan Bali, tim ekspedisi menyaksikan langsung tingkah laku turis yang meresahkan warga setempat. Konsekuensi dari turisme yang berkembang pesat di Bali tidak hanya terkait dengan eksotisme budayanya, tetapi juga karena nilai tukar Rupiah yang rendah, menjadikan segalanya terasa murah meriah bagi para turis asing.

Sementara itu, sebagian anggota ekspedisi menuju Papua, diundang oleh media lokal untuk merekam cerita di sana. Namun, perjalanan ke pedalaman Papua tidaklah mudah, terutama karena risiko konflik yang kerap terjadi. Salah satu contohnya adalah insiden pemboman mobil yang menganggu perjalanan tim ekspedisi.

Di pedalaman Papua, tim menyoroti konflik antara warga adat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, seperti yang terjadi di Distrik Kaureh. Perusahaan besar seperti Sinarmas memiliki ribuan hektar lahan sawit di Indonesia, termasuk di Distrik Kaureh. Namun, konflik muncul karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan hak-hak warga adat setempat.

Para warga di Distrik Kaureh merasa tidak mendapatkan keuntungan yang seharusnya dari kerja sama dengan perusahaan perkebunan. Meskipun perusahaan menjanjikan program plasma untuk warga setempat, kenyataannya masih banyak masalah yang belum terselesaikan, termasuk dalam hal pengakuan hak atas tanah adat dan kompensasi yang layak.

Konflik ini menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh masyarakat lokal, baik di Bali maupun di Papua. Ekspedisi ini menjadi cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh banyak komunitas di Indonesia dalam menghadapi dampak negatif dari pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline