Lihat ke Halaman Asli

Naila NafisatunMualamah

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung

Society 5.0: Meminimalisir Miskonsepsi Matematika

Diperbarui: 31 Desember 2022   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ibu Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd. (Dosen Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISSULA)

Naila Nafisatun Mu'alamah (Mahasiswa Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISSULA)

Berbagai aspek kehidupan manusia semakin berkembang pesat dengan adanya perkembangan teknologi. Artificial intelligence atau kecerdasan buatan sudah mampu menguasai hampir keseluruh kehidupan manusia. Kini masyarakat dunia dikenalkan oleh Jepang dengan gagasan Society 5.0, padahal masyarakat dunia belum selesai beradaptasi terkait revolusi industri 4.0 yang dikenalkan oleh Eropa. Revolusi industri 4.0 menimbulkan disrupsi hingga dimunculkanlah gagasan Society 5.0.

Apa sih Society 5.0 atau masyarakat 5.0?

Masyarakat 5.0 memiliki arti sebagai suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia dan berkolaborasi dengan teknologi. Era Society 5.0 yakni masyarakat diharapkan mampu menghadapi tantangan dan dapat menyelesaikan berbagai masalah dengan memanfaatkan inovasi yang muncul di era revolusi industri 4.0.

Raden Wijaya Kusuma Wardhana (Kemenko PMK), menyampaikan bahwasannya di era Society 5.0 mempersyaratkan tiga kemampuan utama yang harus dimiliki setiap individu. Tiga kamampuan utama yaitu: creativity, critical thinking, communication and collaboration. Society 5.0 sering disebut sebagai konsep peradaban manusia yang lebih maju. Untuk itu, supaya mencapai kemajuan dibutuhkan berbagai faktor untuk menunjangnya. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam menunjang kemajuan, khususnya dalam pengetahuan matematika. Kemampuan matematika memiliki paranan penting untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, dapat berhitung, dapat mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data. Selain itu matematika juga dapat digunakan untuk menghitung isi dan berat serta dapat menggunakan kalkulator dan komputer.

Kemampuan matematika bukan sekedar memiliki kemampuan berhitung saja, kemampuan matematika juga memiliki kemampuan bernalar yang logis dan kritis dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah tidak hanya sekedar menyelesaian soal, namun lebih teapatnya mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan matematis yang seperti ini disebut sebagai kemampuan literasi matematika.

Kemampuan matematika merupakan salah satu kemampuan dasar yang diperlukan dalam literasi matematika (Ojose, 2011). Berdasarkan hasil PISA yang dicapai Indonesia, kemampuan matematika masih tergolong rendah. Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional. Pada tahun 2018 berdasarkan hasil survei PISA (Programme for Internasional Student Assessment), matematika di Indonesia berada diurutan peringkat 73 dari 81 negara dunia dengan skor 379. Berbagai faktor dapat menjadikan kemampuan matematika di Indonesia rendah. Salah satu faktor tersebut adalah terjadinya miskonsepsi matematika.

Apa sih miskonsepsi itu?

Miskonsepsi atau salah konsep adalah kesalahpahaman dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yaitu antara konsep yang baru dengan konsep yang lama atau konsep yang sudah ada sebelumnya dalam pemikiran, sehingga membentuk konsep yang salah.

Lantas miskonsepsi matematika itu seperti apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline