BAYAR PAJAK MEMBUAT BANDUNG BERMARTABAT
Ketika kita melihat jalanan kota Bandung dan berjalan-jalan di kota tersebut pasti kita akan sering menemukan tulisan “BANDUNG BERMARTABAT”. “BANDUNG BERMARTABAT “ merupakan slogan dari kota Bandung, singkatan dari BESIH-MAKMUR-TAAT-BERSAHABAT. Menelisik pemahaman slogan tersebut, khususnya makna TAAT berdasarkan informasi yang didapat dari situs resmi kota Bandung, dijelaskan bahwa “Kota Bandung sebagai kota jasa harus memiliki warga yang taat terhadap agama, hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban kota”.
Taat terhadap hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan menjadi bahasan yang menarik, salahsatunya ketaatan masyarakat Bandung untuk membayar pajak. Kota Bandung memiliki peran penting dalam perekonomian Jawa Barat.Laju pertumbuhan ekonomi Kota Bandung tergolong tinggi, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, nasional, bahkan internasional. tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Bandung dari tahun 2008-2012 rata-rata sebesar 8,62%, sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,8%.
Tingkat pertumbuhan ekonomi kota Bandung yang pesat menjadikan kota Bandung sebagai wilayah yang memiliki potensi pendapatan pajak yang besar. Baik dari pendapatan pajak daerah maupun pajak pusat. Namun demikian, potensi pajak yang besar tersebut masih belum tergarap secara optimal. Tingkat kepatuhan wajib pajak di Kota Bandung dalam melakukan pembayaran pajakhingga 2011 baru mencapai 42%, dari sekitar 385.000 wajib pajak di Kota Bandung. Sementara itu, dari 42.000 perusahaan, baru sekitar 32% yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, Adjat Djatnika mengatakan bahwa angka tersebut tergolong rendah karena tidak sampai menembus setengah jumlah wajib pajak di Kota Bandung.
Rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak disebabkan beberapa alasan. Pertama, sosialisasi yang minim sehingga wajib pajak tidak melakukan kewajibannya dalam melakukan pembayaran pajak.Kedua, karena wajib pajaknya yang enggan membayar pajak karena alasan-alasan tertentu. Keengganan wajib pajak untuk membayar pajak bisa terpengaruhi oleh kasus oknum petugas yang mengemplang pajak. Wajib pajak pun diharapkan tidak mengerdilkan kewajiban melakukan pembayaran pajak dengan alasan setoran pajak yang tidak masuk ke kas daerah karena ada anggapan “buat apa bayar pajak karena khawatir uangnya digerogoti oknum-oknum”.
Untuk mengatasi rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak sudah dilakukan sosialisasi berupa pemasangan iklan. Selain itu, petugas pun melakukan sosialisasi dari pintu ke pintu untuk mendongkrak tingkat kepatuhan membayar pajak, baik perusahaan maupun wajib pajak pribadi. Selain itu pembenahan diri lewat perubahan sistem internal, pengadministrasikan pajak dengan jam kerja yang ketat, adanya unit kepatuhan internal yang makin proaktif mengawasi perilaku petugas pajak, adanya layanan pengaduan yang memudahkan masyarakat melapor tindak tanduk oknum pajak. Terbaru adalah Whistleblowing System atau sistem penyemprit peluit, yang memungkinkan rekan kerja diingatkan jika terindikasi bekerja diluar aturan. Semua alat ini dinyalakan untuk peringatan dini dan penindakan jika ada bagian dari sistem yang salah di tubuh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan upaya-upaya nyata yang sudah diterapkan organisasi Direktorat Jenderal Pajak diharapkan masyarakat tidak berkilah lagi untuk tidak melaporkan dan membayar pajak.
Pentingnya membayar pajak harus ditanamkan dibenak masyarakat, khususnya masyarakat Kota Bandung. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat diandalkan, serta sendi dasar untuk memenuhi pembiayaan pembangunan bangsa dan negara. Saat ini sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekitar 78% dari penerimaan pajak. Sementara itu, pendapatan dari non pajak hanya 22%, sehingga optimal atau tidaknya pembangunan akan sangat bergantung dari ketertiban dan kesadaran wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya.
Dalam konteks pemerintahan daerah, pajak merupakan penopang penerimaan daerah dari dana perimbangan, serta komponen yang memberi kontribusi besar terhadap penerimaan APBD Kota Bandung, meningkatnya kesadaran para wajib pajak akan berdampak positif yang tentunya akan menjadi energi tambahan untuk memenuhi hak-hak publik. Secara garis besar, uang pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak akan masuk ke kas negara, kemudian melalui undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dialokasikan peruntukkannya untuk membiayai program kerja yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Program kerja pemerintah pusat dibiayai melalui skema Daftar Isian Pelaksanaan Kegiatan (DIPA) masing-masing Kementerian dan Lembaga Negara. Sementara, alokasi untuk Pemerintah Daerah, dijalankan melalui skema Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bagi Hasil. Selain itu, ada juga skema subsidi Pemerintah Pusat yang tujuannya untuk mengurangi beban masyarakat seperti subsidi Bahan Bakar Minyak, Listrik dan Pangan.
Sementara itu pajak daerah menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi kota Bandung. Pendapatan tersebut bisa digunakan untuk pembangunan, juga anggaran rutin seperti gaji Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, fungsi pajak daerah untuk ikut mengatur pertumbuhan ekonomi, mendanai kegiatan yang insidental seperti penanganan bencana.
Pembayar pajak merupakan bagian yang telah berkontribusi dalam pembangunan bangsa.Pajak sebagai jalanuntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan dari pajak yang kemudian dipakai negara untuk membangun ragam fasilitas, sarana serta prasarana di negeri ini.Oleh karenanya sangat signifikan pengaruh pajak ini pada perkembangan pembangunan kita.
Yang patut digarisbawahi juga adalah bahwa masyarakat sebenarnya sudah menikmati uang pajak yang mereka bayarkan, tanpa diketahui sebelumnya. Ini terjadi karena Pemerintah sampai saat ini masih memberikan subsidi untuk sektor-sektor tertentu yang sangat memengaruhi hajat hidup orang banyak. Masyarakat, termasuk yang tidak bayar pajak, tahu atau tidak tahu, menerima subsisi setiap harinya, mulai dari subsisi Bahan Bakar Minyak (BBM), Listrik, Pangan, Pupuk, Benih, Minyak Goreng dan Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin). Selain itu, pajak daerah untuk ikut mengatur pertumbuhan ekonomi, mendanai kegiatan yang insidental seperti penanganan bencana, pembangunan sarana dan prasarana publik juga anggaran rutin seperti gaji Pegawai Negeri Sipil.
Namun, ada rasa aneh ketika penerima manfaat atas uang pajak, penikmat fasilitas publik, bukanlah seorang pembayar pajak atau wajib pajak yang kita kenal dengan sebutan free rider. Tentulah orang-orang tersebut (free rider) jauh dari bermartabat, yaitu tidak taat terhadap aturan yang dibuat oleh pemerintah. Padahal mereka ini bukanlah orang miskin. Maka sesuai slogan kota Bandung yaitu Bandung Bermartabat, ketaatan menjadi poin penting yang harus terus ditingkatkan terutama terkait kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Masyarakat harus taat membayar pajak karena pajak penting untuk dana membangun negara yang ujungnya untuk peningkatan kesejahteraan. Semoga kepatuhan dan kesadaran ini terus berkembang di negara kita khususnya di kota Bandung. Sebagai wajib pajak mari kita melapor dan membayar pajak dan awasi penggunaannya, karena pajak untuk kita semua.
Nama: Nai Haryati
Jurusan : Akuntansi
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H