Lihat ke Halaman Asli

Naia Naurora Sabilla

UNIVERSITAS AIRLANGGA

Menilik Implementasi dalam Kebebasan Berbangsa pada Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945 Suara Kontra

Diperbarui: 24 Agustus 2023   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

radioidola.com

Bermula pada awal tahun 1945, mundurnya tentara Jepang karena desakan sekutu. Pemerintah Jepang, Dai Nippon Teikoku mengambil langkah politik dengan menarik simpati, empati dan dukungan Indonesia untuk melawan sekutu. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merupakan wujud kongkrit janji politik pemerintah Jepang. Badan atau kelompok yang dibuat pada 1 Maret 1945 ini memiliki tujuan untuk menyelidiki hal-hal yang penting atau berpengaruh pada kemerdekaan Indonesia serta menyusun rencana kemerdekaan.


Dalam pembentukan UUD 1945, diperlukan penyusunan rancangan  melalui beberapa kali persidangan. Sidang periode pertama diadakan pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 dan sidang periode ke dua pada 10 hingga 17 juli 1945. Hingga akhirnya eksistensi UUD 1945  disahkan pada 18 agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka. UUD 1945 mengalami beberapa tahap hingga akhirnya dapat tetapkan sebagai konstitusi atau landasan hukum (juridische gelding) dan akan dijadikan acuan untuk mengimplementasikan ketatanegaraan di Indonesia.

"Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Merupakan bunyi alinea pertama pembukaan UUD 1945, yang memiliki keterkaitan erat dengan fungsi UUD 1945 yang dikatakan sebagai landasan hukum atau kaca pelaksanaan ketatanegaraan dalam berdirinya negara. Dimana UUD 1945 sendiri juga merupakan bentuk deklarasi negara Indonesia sebagai negara yang sudah merdeka atau independent.

 Dalam alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Memang penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan HAM, tetapi mari kita melihat ke belakang. 

Dahulu, indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah namun dengan sumber daya manusia yang masih rendah sehingga  belum mampu untuk mengolah hasil alamnya dengan baik. Sebenarnya ada juga pandangan baik mengenai dampak penjajahan yang dilakukan di dunia ini, buktinya setelah Indonesia dijajah, ditinggalkannya banyak ilmu tentang sistem pemerintahan negara contoh saja keberadaan Indonesia sebagai negara hukum sangat dipengaruhi oleh tipe negara hukum eropa kontinetal. 

Lalu pemahaman mengelolah kekayaan alam Indonesia yang melimpah juga terdapat campur tangan penjajah. Bahkan kemajuan pendidikan, wawasan dan pengetahuan pada pribumi di Indonesia juga mengalami kemajuan berkat campur tangan penjajah. Mulai dari pembangunan jalur kereta api, jalan tol, pangkalan udara dan masih banyak lagi. Bukan berarti penjajahan adalah hal yang benar, tetapi mengaca pada sisi lain penjajahan yang membawa dampak baik pada bangsa Indonesia. Karena pada dasarnya akan selalu ada perpotongan antara realistis dan idealis.

Lalu mengkaji dari beberapa implementasi atau makna dari alinea pertama UUD 1945 yaitu saling menghargai dan menghormati setiap hak asasi manusia, menghargai dan menghormati sesama warga negara tapa membeda-bedakan, dan pemerintah menjalankan tugas dengan baik, jujur, dan adil.

Kenyataannya, dalam praktiknya, tidak jarang kita temui penyelewengan baik sengaja maupun tidak sengaja terhadap butir-butir implementasi kedaulatan setiap bangsa yang terdapat dalam Alinea pertama. Isu-isu moral dan etika yang bertentangan dengan kebebasan berbangsa, kebebasan berpendapat, penegakan HAM serta keadilan sosial masih sering terjadi.

Contoh pertama adalah DPR yang berkaitan erat dengan fungsi perwakilan rakyat. Sehingga sebagai konsekuensinya, DPR diberikan hak intrepelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, dan hak yang juga diatur dalam pasal lain yaitu hak mengajukan RUU (rancangan undang-undang). RUU yang diusulkan harus mampu menggambarkan materi muatan yang akan diatur, apakah materi terserbuat  memanng muatan undang-undang atau tidak. Tetapi realitanya, hal ini sering berketimpangan. Seringkali usul judul RUU diajukan semata-mata karena keinginan, tidak didasarkan pertimbangan yang komprehensif melalui kajian dan rumusan dalam latar belakang serta analisis layaknya perencaan pembuatan UU yang melalui beberapa tahap. Sedangkan hal ini sangat bertentangan dengan keadilan sosial. Dimana terkadang dalam pengajuan RUU oleh DPR hanya terkesan seperti memikirkan diri sendiri yaitu pemerintahan, yang mana ini pernah terjadi pada kasus RUU KUHP yang mengakibatkan ribuan mahasiswa turun ke jalan. Salah satu contohnya dalam pasal kontroversial RUU KUHP nomor 218 ayat 1 tertulis bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dipidana. Yang mana hal ini juga pertentangan dengan kebebasan berpendapat yang merupan implememtasi alinea pertama UUD 1945.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline