Lihat ke Halaman Asli

Nahya RahmatulAriza

Mahasiswa magister kesehatan masyarakat

Bahaya Pembatasan Asupan Protein pada Anak untuk Mencegah Alergi

Diperbarui: 8 November 2023   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liu, et al. (2001). Kwashiorkor in the United States Fad Diets, Perceived and True Milk Allergy, and Nutritional Ignorance. JAMA Dermatology, 137, 630

Kwashiorkor adalah salah satu jenis malnutrisi yang disebabkan oleh kekurangan protein dalam diet. Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan cukup protein yang diperlukan untuk pertumbuhan dan fungsi tubuh yang optimal. Meskipun prevalensi kasus kwashiorkor telah menurun secara signifikan di banyak negara, terutama negara maju, namun masalah ini masih perlu diperhatikan karena ditemukan banyak kasus akibat pembatasan asupan protein untuk mencegah terjadinya alergi makanan.

Alergi makanan adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang tidak tepat terhadap protein tertentu dalam makanan. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan reaksi alergi melukai tubuh sama-sama melibatkan antibodi, namun reaksi alergi secara keliru mengidentifikasi protein dalam makanan sebagai ancaman dan meresponsnya dengan cara yang tidak semestinya, sehingga timbul gejala yang bervariasi dari ringan hingga berat seperti ruam kulit, gatal-gatal, bengkak, kesulitan bernapas, muntah, diare, hingga reaksi anafilaksis yang mengancam nyawa. Senyawa penyebab alergi makanan disebut dengan alergen, dimana strukturnya tidak sama dengan protein tubuh manusia, sehingga dideteksi oleh sistem imun sebagai protein asing yang bersumber dari protein yang tidak rusak pada proses pemasakan yang berada di keasaman lambung.

Pada dasarnya semua makanan dapat menimbulkan reaksi alergi, yang membedakan hanya kadar protein di dalamnya dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti genetik, umur, jenis kelamin, pola makan dan faktor lingkungan. Sekitar 90% reaksi alergi disebabkan oleh kacang tanah, susu, telur ayam, kedelai, ikan, kerang dan gandum. Namun beberapa sumber protein tersebut mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) dan beberapa zat gizi lainnya yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan terutama pada usia anak, sehingga pembatasan asupan protein untuk mencegah terjadinya alergi dapat meningkatkan kasus kwashiorkor pada anak.

Anak-anak yang menjalani diet ketat oleh orang tua yang ''berniat baik'', karena kekhawatiran terhadap alergi makanan, telah dilaporkan berisiko mengalami kekurangan nutrisi, seperti kwashiorkor (Carvalho, 2001). Gejala fisik yang ditemukan pada anak dengan kasus kwashiorkor ialah dermatitis, perut buncit, rambut menipis, dan wajah ''bull-dog'', sedangkan gejala klinis meliputi penurunan berat badan/kegagalan tumbuh, pertumbuhan linier yang tertunda, mudah tersinggung dan lesu.

Oleh karena itu, para orang tua perlu berhati-hati untuk membatasi sumber makanan asupan protein terutama pada anak. Sedangkan untuk mengurangi risiko kejadian alergi makanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

  • Pemberian ASI Ekslusif, karena menyusui bayi selama enam bulan pertama dapat membantu mencegah terjadinya reaksi alergi makanan. ASI memberikan perlindungan dan nutrisi yang penting bagi tubuh bayi.
  • Pengenalan makanan secara bertahap, ketika bayi telah melewati masa ASI-Ekslusif dan memasuki masa pemberian MP-ASI, memperkenalkan makanan baru dapat dilakukan secara bertahap dan memberi jeda beberapa hari untuk memperkenalkan makanan baru lainnya, hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi reaksi alergi pada makanan tertentu.
  • Konsultasi dengan dokter, jika ada riwayat alergi makanan dalam keluarga, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk rekomendasi spesifik terkait pengenalan makanan pada bayi.
  • Pemantauan label makanan, perhatikan label makanan dengan cermat untuk menghindari makanan yang mengandung alergen yang dapat memicu reaksi alergi.
  • Konsisten dalam kebersihan, jaga kebersihan saat menyiapkan makanan. Hindari kontaminasi silang dengan alergen makanan selama proses memasak.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline