Melihat ada Reward yang diselenggarakan Kompasiana seputar Aku dan Air ini, mengingatkan saya pada KKN yang selesai pada tanggal 10 Agustus lalu, saya tertarik untuk menuliskan kisah KKN yang saya alami Kemarin, barangkali bisa menjadi Inspirasi bagi warga Kompasioner, dan tentunya Pemda DKI yang mengadakan Reward ini.
FYI, KKN saya terletak di Desa Punjul, Kec. Plosokaten, Kab. Kediri, letak geografisnya sangat mendukung untuk mengembangkan Industri disektor pertanian & perairan. Saya dan 15 anggota lainya melaksanakan observasi terhadap Desa Punjul mulai dari keadaan sosial Budaya, Kesehatan, Wirausaha, hingga sektor Agama, kami mendapati hal penting yang ada di Desa Punjul ini.
Yaitu dengan melimpahnya air, ternyata Desa Punjul ini setiap selokan teraliri air yang cukup deras dan jernih, warga di sini memanfaatkanya sebagai irigasi pertanian ratusan Hektar Luasnya, juga kolam ikan tawar sangat melimpah. Sempat saya bertanya kepada warga manakala musim Panin Padi tiba dan wajib mengeluarkan zakat, warga memakai hitungan zakat tanpa megurangi biaya pengairan. Jadi nisab zakatnya 10%.
Aliran air ini berasal dari daerah di hulu yang bersumber dari Gunung Kelud, menjadikan Desa Punjul dan sekitarnya yaitu Desa Pranggang, Desa Brenggolo dan Desa PLoso Lor terkenal sebagai sentra ikan hias, bagi pembaca kalau ada yang pecinta Ikan Koi mungkin tidak asing dengan nama Desa diatas. Layakanya daerah pegunungan yang melimpah airnya, selokan-selokan yang ada di Desa Punjul ini air sangat jernih, tapi disinilah timbul masalah bagi Tim KKN kami.
Masalah yang ada di Desa ini adalah, dengan adanya selokan yang dialiri air jernih warga yang halaman rumahnya dialiri air malah memanfaatkanya sebagai tempat pembuangan sampah lebih parah lagi beberapa warga juga memanfaatkanya sebagai tempat pembuangan tinja.
Kemudian kami menyusun rencana bagaimana supaya air yang mengalir diselokan ini bermanfaat, kami mengadakan rapat dengan Perangkat Desa yang rupanya memilliki satu pandangam dengan kami, dari pihak desa sebenarnya memiliki usulan untuk membuat keramba di sepanjang selokan yang menjulur 1 KM di pinggir jalan utama desa, namun kendalanya tidak ada tim penggerak yang bisa merealisasikanya.
Nah, disitulah kami dan Pihak Desa langsung berkolaborasi untuk merealisasikanya, kami bertugas sebagai penggerak untuk merealisasikanya dan Pihak Desa sebagai penyedia modal. Kami menamai program ini dengan Menyulp Air Selokan Jadi Sumber Uang.
Berhubung waktu KKN kami cuma 30 hari, kami hanya bisa memulai program ini dari selokan depan Balai Desa yang berukuran panjang 15 M. dan Lebar 3 M.
Selokan ini dibuat model seperti keramba alami, dimana setiap ujungnya diberi jaring kawat supaya tidak lepas ikanya, pengerjaan keramba ikan ini memakam waktu satu minggu untuk siap ditebar ikan, setelah keramba jadi, kami memilih jenis Ikan Nila sebagai tahap awal untuk melihat bagaimana respon Ikan Nila jika ditebar di keramba alami.
Memasuki hari ke-7 pemilihan Ikan Nila dinilai berhasil setelah itu kami tebar pula Bibit Ikan Koi supaya menambah keindahan kolam dan bertambahanya komoditas, kenapa Ikan Koi kami Akhirkan?
Sudah jelas biaya Ikan Koi lebih mahal selain itu daya tahan Ikan Koi juga lemah dibandingkan dengan daya tahan hidup Ikan Nila yang memiliki kecocokan disegala jenis media air (Mengalir, diam, jernih, & keruh).