Lihat ke Halaman Asli

Nahnia Usbah

education enthusiast

DBD Merebak di Indonesia: Solusi Komprehensif untuk Kesehatan Bersama

Diperbarui: 8 April 2024   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber.Freepik/DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi sorotan utama di Indonesia akhir-akhir ini, dengan lonjakan kasus yang meresahkan. Data terbaru menunjukkan bahwa kasus DBD terus meningkat di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, DIY, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah, masyarakat, dan lembaga kesehatan di seluruh negeri.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, hingga 18 Maret 2024, terdapat 1.729 kasus DBD di Jakarta saja. Angka ini meningkat drastis dari sebelumnya, mencapai 1.102 kasus dalam waktu sebulan. Sementara itu, di DIY, Kepala Dinas Kesehatan Pembayun Setyaningastutie juga melaporkan peningkatan kasus yang signifikan, termasuk pada kelompok usia produktif.

Penyebab dari lonjakan kasus ini diduga dipengaruhi oleh faktor iklim dan mutasi baru penyakit DBD. Kondisi iklim yang mendukung perkembangbiakan nyamuk pembawa virus dengue menjadi salah satu faktor utama. Oleh karena itu, prediksi menunjukkan bahwa kasus DBD kemungkinan akan terus meningkat hingga bulan Mei, sebelum turun setelah perubahan iklim.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan dalam mengatasi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD), seperti penyuluhan tentang pentingnya Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M dan penggunaan fogging untuk membunuh nyamuk dewasa, namun tren kasus DBD terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor utama;

Pertama, banyaknya masyarakat Indonesia yang tinggal dalam kondisi lingkungan yang tidak layak, seperti rumah yang tidak memenuhi standar hunian sehat. Mayoritas masyarakat kesulitan menjaga lingkungan mereka agar tetap bersih dan bebas dari sarang nyamuk pembawa virus DBD.

Kedua, mayoritas masyarakat Indonesia hidup dengan penghasilan rendah, sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk asupan bergizi yang diperlukan untuk menjaga imunitas tubuh terhadap DBD.

Ketiga, akses terhadap layanan kesehatan yang memadai masih menjadi masalah, terutama bagi mereka yang tidak memiliki jaminan kesehatan yang cukup. Banyaknya rakyat yang tidak mampu membayar premi BPJS dan birokrasi yang rumit dalam sistem BPJS sering menghambat akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang tepat waktu.

Dalam konteks lebih luas, kebijakan ekonomi yang berlandaskan sistem kapitalisme menjadi penyebab utama dari ketidakmampuan masyarakat untuk mengatasi DBD secara solutif. Kebijakan tersebut menghasilkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kebutuhan dasar, termasuk rumah layak huni, akses air bersih, dan layanan kesehatan yang berkualitas. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin memperburuk kondisi kesehatan masyarakat, membuat mereka rentan terhadap penyakit seperti DBD.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan tidak hanya upaya penyuluhan dan pengendalian wabah yang lebih efektif, tetapi juga perubahan struktural dalam kebijakan ekonomi dan kesehatan yang komprehensif.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah memiliki sejumlah mekanisme yang komprehensif untuk bisa mengatasi wabah. Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan rakyatnya. Semua kebutuhan pokok, dari mulai sandang, pangan, papan, termasuk kesehatan, keamanan, dan pendidikan, akan bisa diakses oleh seluruh rakyatnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline